Langsung ke konten utama

Moneyball (The Movie)

Kalau sudah membaca bukunya, pasti cukup puas dengan film ini, walau pada mulanya terasa ada beberapa kejanggalan. Misal: karakter Paul DiPodesta yang berganti jadi Peter Brand. Lalu anak Billy Beane yang menyanyikan The Show dari Lenka, karakter Billy yang tidak seganas versi bukunya, atau karakter Art Howe yang seolah punya otoritas lebih. Namun saya teringat bahwa sebuah film adalah interpretasi personal sutradara dan penulis naskah terhadap sebuah cerita. Maka, cerita dalam film bisa berbeda jauh dengan versi buku. Apalagi jika buku itu biografi, hanya sebagian kecil yang diambil.

    Jika dalam Moneyball versi buku kita dihadapkan dengan Billy Beane yang sudah matang dan punya orientasi jelas, dalam versi bukunya kita dihadapkan dengan versi Beane yang sedang berusaha mengubah timnya dari pecundang menjadi pemenang. Penonton disuguhkan bagaimana Beane kalah, mencoba bangkit, kalah lagi, bangkit lagi, dan menang. Klimaks dalam versi film adalah saat Oakland Athletics, tim yang dipimpin Billy, berupaya meraih kemenangannya yang ke-20.
       Alur cerita dalam film cenderung mengalir lambat, tidak secepat versi bukunya. Versi film ini tampak ingin menggambarkan Beane yang lebih manusiawi, yang bisa terpuruk dan bangkit, bukan manusia dingin dan penuh muslihat seperti versi bukunya.

      Film ini sesuai ditonton oleh seluruh keluarga untuk membari pemahaman bahwa sedalam apapun kita jatuh, selalu ada jalan untuk bangkit. Bila tidak bisa sukses dengan satu cara, banyak cara lain yang bisa ditempuh. Ada banyak jalan ke Roma, yang perlu dilakukan hanyalah berusaha mencari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.