Langsung ke konten utama

Think IMC! by Estaswara

  Buku yang membosankan, terlalu banyak memuja-muji kehebatan IMC. Isinya lebih banyak penelitian, riset dan artikel yg membuktikan kehebatan IMC, tapi tidak dijelaskan apa itu IMC dan implementasinya di lapangan. Lebih cocok diterbitkan dalam jurnal penelitian daripada buku populer.

   Beberapa bab isinya malah hanya berupa saduran atau ringkasan dari buku2 marketing lain. Sepertinya penulis tidak bisa menemukan kata2 yg tepat untuk mengisi bukunya ini. Sangat banyak ditemui saduran "menurut Hermawan Kertajaya, riset majalah Marketing," dll. Padahal dari profilnya penulis bukan staf penulis MarkPlus.
    Think IMC! terlalu menekankan pada kehebatan IMC. Penulis tidak menjelaskan bagaimana menerapkan IMC di lapangaan, bagaimana meningkatkan pemasaran/sales/profit melalui penerapannya, bagaimana membuat sales mencapai target penjualan melalui IMC, atau bagaimana IMC bisa berguna bagi suatu perusahaan. Mungkin karena penulis buku ini sehari-hari tidak pernah merasakan jadi sales,ia tidak bisa menerapkan IMC yang dipujinya setinggi langit itu ke dunia nyata. Atau karena buku ini ditulis berdasar thesis penulis, jadinya malah cuma copy paste dari thesis ke buku. Tidak dipikirkan bahwa buku yang dikonsumsi pasar yang lebih luas memerlukan bahasa penulisan yg lebih populer dan mudah dipahami. 

    Desain sampulnya cukup menarik dan sederhana, mengingatkan akan buku Setengah Isi, Setengah Kosong Parlindungan Marpaung. Bedanya, Parlindungan memaparkan cerita untuk memotivasi pembacanya menjalani hidup. Estaswara mengajak pembaca memuji kehebatan IMC tanpa menjelaskan makna manfaatnya. 
    Buku ini tidak saya rekomendasikan kalau ingin menerapkan komunikasi pemasaran di dunia nyata. Tapi kalau ingin belajar bagaimana menulis thesis di dunia komunikasi pemasaran, buku ini layak dibeli. Bisa didapat di bazar diskon gramedia (di solo tiap 3bulan, di jogja sudirman tiap hari) seharga 10 ribu saja

Komentar

Anonim mengatakan…
Hai mbak Nuni Kartika
Salam Kenal.....


Pertama kali membaca buku tersebut saya merasa sulit untuk dapat memahami isinya, namun karena saya kurang puas dengan buku lain tentang IMC yang pada umumnya menjelaskan IMC sebagai penggabungan penggunaan elemen komunikasi seperti periklanan, sales promosi, personal selling, dan PR, saya tetap membaca buku Think IMC berulang kali hingga saya dapat mulai memahami.

Penulis menjelaskan secara detail perkembangan IMC, dan pemikiran-pemikiran mengenai IMC sehingga akhirnya saya dapat memahami apa itu IMC, bagaimana IMC diimplementasikan, bagaimana IMC dikatakan untuk efektifitas komunikasi, mampu meningkatkan loyalitas merek dan bahkan laba perusahaan seperti yang tertulis pada sampul depan.

Buku tersebut ditulis pada tahun 2008, dengan menyajikan IMC yang lebih "luas" dari sekedar penggabungan elemen komunikasi (mungkin waktu itu blm banyak yang menulis tentang IMC dengan sebegitu detail dan update tapi Estaswara menyajikan hal tersebut).

Saya sendiri merasa buku Think IMC sangat "berat" untuk saya pribadi yang kurang terpapar ilmu komunikasi dengan berbagai istilah dan bahasannya (waktu itu, makanya saya harus baca beberapa kali hehheh...). Saya juga berharap bahwa penulis akan membuat buku IMC lagi dengan bahasa yang ringan untuk orang-orang dari luar "jalur" komunikasi yang ingin mempelajari IMC. Karena tulisan beliau mampu memberikan wacana baru dan lebih luas tentang IMC yang saya gunakan sebagai acuan dalam implementasi IMC serta sebagai acuan tulisan ilmiah saya tentang integrated channel.

Oh ya, sayang sekali kalau buku tersebut di solo dan jogja jarang peminat, karena saya mencari buku tersebut 2,5 tahun yang lalu di gramedia matraman jakarta, sudah habis terjual, bahkan saat saya minta petugas gramedia search digramedia lain, tinggal sisa 3 di gramedia taman anggrek saja, selain itu diseluruh jakarta HABIS.

Pada akhirnya masing-masing orang memiliki pendapat yang belum tentu sama mengenai hal yang sama. Namun setiap orang memiliki hak berpendapat. Saya pribadi belum sanggup membuat tulisan yang ber "bobot" apalagi sebuah buku dengan bahasan yang "berat" seperti IMC. Think IMC memberikan banyak manfaat seperti buku yang lain. Terimakasih Estaswara, terimakasih mbak nuni, saya komen di blog nya mbak Nuni.


Salam kenal ya mbak Nuni
-A.setya-

ThinkTrial mengatakan…
salam kenal juga ^.^
terima kasih sudah berbagi disini

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.