IHSG per 28 Juni 2013 |
Kalau sedang tidak malas, saya kadang
iseng-iseng trading pake plan atau rencana trading. Ga usah yang muluk-muluk,
pilih saham-saham properti yang sedang tren naik saja. Kenapa properti? Pertama
harganya relatif murah, kedua volume saham beredarnya juga cukup likuid untuk
ditradingkan, ketiga kalau sedang sideways
selisihnya tidak terlalu besar sehingga bisa ambil keuntungan 2-5 poin saja.
Saya biasanya memilih saham-saham yang
fundamentalnya bagus saja, seperti ASRI, Grup Ciputra (CTRA, CTRP,CTRS) atau
Lippo (LPCK,LPKR). Saya pilih ketiga grup ini karena mereka sudah cukup lama
berkecimpung di bidang properti. Kelemahan dari saham-saham tersebut adalah
kalau sedang diam atau sideways bisa
lama sekali, sampai berminggu-minggu. Sebagai investor wanita, saya sih
baik-baik saja menunggu lama.
Contoh trading plan saya
Saham
|
Beli
|
Target
|
Timeline
(hari bursa)
|
Toleransi
target (±2%)
|
Cutloss (-4%)
|
LPKR
|
1400
|
1540
|
5
|
1470
/ 1500
|
1320
|
LPCK
|
8200
|
9200
|
5
|
8700
|
7850
|
CTRA
|
1270
|
1400
|
8
|
1350
|
1200
|
CTRP
|
1200
|
1270
|
10
|
1250
|
1140
|
CTRS
|
3300
|
3800
|
10
|
3600
|
3000
|
ASRI
|
750
|
830
|
4
|
800
|
700
|
Contoh di atas untuk trading dengan
timeline sedang, yaitu 5-10 hari bursa. Semakin pendek jangka waktu, semakin kecil
target yang dipasang. Misal saya antri beli ASRI di 800, tapi cuma ingin
trading sehari karena ga sempat ngeliat monitor, ya saja pasang jual di 830,
tidak peduli seberapa tinggi harga yang bisa dicapai. Walau ASRI naik jadi 900
pun saya tidak akan menyesal sudah melepasnya di 830, karena dari awal niatnya
cuma segitu.
Kalau sudah punya trading plan, yang
paling sulit adalah disiplin melaksanakannya. Terlanjur dijual, eh harganya
meroket. Ditunggu lama, harganya ga bergerak atau malah turun. Terlanjur jual
rugi (cutloss) malah naik tinggi
sekali.
Misal ada potensi harga naik, kita
bisa saja disiplin pada rencana trading kita atau tahan tidak dijual. Dengan
catatan kita punya waktu luang buat trading aktif dan siap menanggung risiko
kalau turun dalam tidak menyesal.
Misal ASRI sedang naik dari 830 ke
870, kita pasang jual di 860. Dalam proses 830 ke 860 kita bisa memindahkan
antrian jual kita ke 870. Saat antrian jual di 860 hampir habis dan saham kita
belum laku, kita bisa memindahkan lagi ke 880 atau langsung 900. Atau
“withdraw/cancel”, menarik antrian jual jika mendadak kita tidak ingin dulu
menjualnya dan ingin melihat sampai mana ASRI sanggup naik. Dengan asumsi kita
selalu melihat layar software online trading dan koneksi internet kita lancar,
kita bisa langsung jual di antrian beli tertinggi saat ASRI mulai diam atau
di”guyur” dari 890 ke 880.
Dari pengalaman pribadi saya, metode
di atas sangat sulit dilakukan karena butuh konsentrasi tinggi dan koordinasi
motorik mata-tangan yang sempurna. Trader-trader yang pernah merasakan bursa
pra online trading mungkin sudah sangat terlatih dengan hal di atas.
Saat harga turun naik (seperti 2
minggu ini) saat itulah mental kita diuji. Apakah kita akan berteriak-teriak
panik, menangis atau tenang-tenang saja. Umumnya, investor dan trader wanita
lebih tenang dan tidak panik karena sudah mengumpulkan opini analis dan
menganalisa fundamental saham sebelum memutuskan membeli. Trader pria biasanya
panik, bahkan ada yang langsung jual rugi. Investor pria biasanya lebih tenang
dengan alasan yang sama dengan trader/investor wanita. Mereka biasanya akan
berbagi keadaan serupa beberapa tahun silam saat market bearish.
Kalau kita trader jangka pendek,
berpeganglah pada rencana trading. Trading itu seperti bisnis, harus ada aliran
dana (cashflow). Kalau tidak
disiplin, darimana kita dapat aliran dana? Investor pun harus punya rencana
investasi, karena cashflownya
bergantung pada dividen suatu saham.
Komentar
klo soal temperamen pria/wanita, saya pengamatan sendiri+baca literatur dari hbr.org, buku2nya Nicolas Nassim Taleb dan John Bogle.