Langsung ke konten utama

The Sherlockian By Graham Moore

Sebetulnya tidak ada ekspektasi apapun saat meminjam The Sherlockian. Dari slogannya, “pengakuan rahasia Conan Doyle”, sudah bisa ditebak bahwa Moore memakai tokoh Sir Arthur Conan Doyle protagonisnya. Seusai membaca Sherlockian, bisa disimpulkn bahwa kisah ini bukanlah cerita yang isitimewa. 
Alurnya tercampur antara flashback dengan linear. Ada 2 plot utama, plot masa kini dan plot masa lalu. Penggambaran Moore terhadap kedua tokoh protagonisnya tidak terlalu mengesankan, bahkan cenderung stereotip. Sherlockian saya nilai cukup dengan 1 dari 5 bintang, mengingat kehambaran dan kebosanan yang menyertainya.

Arthur Conan Doyle sudah bosan dengan tokoh rekaannya, Sherlock Holmes. Holmes sudah merenggut seluruh waktu, perhatian dan energinya. Ia “membunuh” Holmes. Namun bom asap kiriman seorang pembaca yang kecewa menuntunnya ke sejumlah pembunuhan berantai. Dan ia tertarik untuk “menghidupkan” Holmes kembali.
Harold White adalah seorang anggota Laskar Baker Street yang baru saja dilantik. Di malam pasca pelantikannya, seorang anggota senior Laskar terbunuh. Dibantu oleh seorang wartawati lepas, ia berusaha mencari siapa pembunuhnya.
Ada 2 protagonis disini, Arthur dan Harold, yang memerankan diri mereka sebagai “Sherlock Holmes”, detektif ulung yang menyelidiki pembunuhan. Watson diperankan oleh Bram Stoker (penulis Bram Stoker’s Dracula) dan Sarah Lindsay si wartawati.

Berbeda dengan kebanyakan premis novel detektif dimana pelakunya adalah orang-orang terdekat korban,  Sherlockian menganut jalan cerita ala sinema televisi CSI atau Criminal Minds. Arthur dan Harold harus berhadapan dengan ruwetnya birokrasi kepolisian, proses manual pencarian petunjuk, hingga mewawancarai calon tersangka satu per satu. Persis seperti yang dilakukan Hercule Poirot. Kedua tokoh utama ini disadarkan bahwa proses penyelidikan di dunia nyata tak semudah fiksi Sherlock Holmes. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.