Cara paling mudah menyampaikan
sebuah pesan adalah melalui role model. Dengan
titik mula seorang panutan (role model),
seorang penulis bisa menyampaikan pesan kepada pembaca-pembacanya dengan lebih
mudah dan sederhana. Itulah yang dilakukan Cyltamia Irawan dengan Simple
Leadership DNA. Sadar tidak mungkin bersaing dengan Rhenald Kasali untuk tema
“DNA Kepemimpinan” yang sama, ia memilih menggandeng Presiden Direktur FIF,
Suhartono, untuk bercerita tentang tema ini. Berangkat dari sosok Suhartono,
Cyltamia merangkai cerita tentang kepemimpinan yang sederhana dan praktis.
Buku ini memang tidak
dimaksudkan sebagai bacaan serius, hanya sebagai pengingat bahwa seorang
pemimpin sebaiknya punya sejumlah karakter baik, seperti: rendah hati, mau
mendengar, pekerja tim, kreatif, dan lain-lain. Tentu saja Pak Suhartono,
sebagai tokoh sentral dalam buku ini, memiliki semua karakter tersebut.
Membaca buku ini seolah kita
berhadapan dengan deskripsi pemimpin sempurna yang disukai dan dirindukan
banyak orang. Namun saya yakin bahwa tokoh sentral ini sebenarnya punya sisi
gelap, hanya saja penuli tidak mengungkapkannya karena tidak sesuai dengan
cerita. Hal ini justru membuat tokoh yang ingin diangkat penulis seperti kurang
membumi dan hanya ada di awang-awang saja. Tokoh seperti itu sangat jarang, nyaris
tidak ada di muka bumi ini.
Inisiatif Bu Cyltamia
mengangkat profil tokoh yang kurang dikenal patut diapresiasi. Ia tidak tergoda
menulis profil CEO perusahaan blue chip,cukup
Presiden Direktur sebuah anak perusahaan konglomerasi terbesar di Indonesia. Walau
isi buku ini seolah hanya pujian dan pujaan, inisiatifnya patut ditiru.
Walau diterbitkan oleh penerbit
terkemuka dan sudah meraih titel best
seller, ada kelemahan utama buku ini, yaitu: keterikatan (engagement) yang rendah dengan pembaca,
dan sedikitnya nilai/hikmah yang bisa didapat pembaca. Bu Cyltamia sudah
melakukan langkah yang tepat dengan mengawali narasinya dari seorang pemimpin
bisnis, tapi alinea-alinea ceritanya seolah mendaraskan khotbah kepada
pembacanya.
Cerita bawahan-bawahan Pak
Suhartono gagal memberi contoh konkrit tentang apa dan bagaimana sesungguhnya
kepemimpinan itu. Narasi bawahan-bawahannya sama dengan narasi Bu Cyltamia,
hanya memuja-muji atasan. Bahkan saking sesaknya buku ini dengan puja-puji,
saya sampai curiga bahwa sosok sang presdir sebenarnya otoriter dan menakutkan.
Walau buku ini sesungguhnya
menarik dibaca karena praktis, tapi karena kurangnya contoh konkrit saya hanya
bisa memberi 1 dari 5 bintang saja.
Komentar