Langsung ke konten utama

Identity Economics

Identity Economics adalah salah satu buku yang kerap dirujuk para pakar behavioral economics seperti Steven D. Levitt (Freakonomics), Richard Thaler (Nudge), serta Dan Ariely (Predictably Irrational). Berkat kerja keras George Akerlof, ekonom dan politisi dapat menebak perilaku masyarakat dan mengarahkannya agar bermanfaat bagi negara atau bangsa secara keseluruhan.
Buku yang terdiri atas 10 bab yang terbagi dalam 4 babak ini menyoroti pengaruh identitas manusia dalam membentuk norma (babak 1), bagaimana norma berlaku dalam sekolah dan tempat kerja (babak 2), bagaimana gender dan ras mempengaruhi jenis pekerjaan yang didapat dan kenapa ras tertentu lebih miskin (babak 3), serta bagaimana identitas dapat mempengaruhi ekonomi serta apa yang dapat dilakukan terhadap hal tersebut (babak 4).

Buku ini terasa seperti sekumpulan jurnal yang ditulis dengan narasi berurutan, dengan gaya bahasa yang agak membosankan. Prof Akerlof menulis buku untuk target pasar masyarakat awam, tapi yang membacanya justru lebih banyak adalah praktisi keuangan, pemasaran, regulator, atau pemerintah.
Tiap bab dalam buku ini terlihat seperti sebuah penelitian atau jurnal. Saya merasa seperti sedang membaca 6 jurnal yang saling terkait satu sama lain. Tiap jurnal memuat kesimpulannya sendiri. Bab 10 adalah kesimpulan akhir dari keenam jurnal.
Untuk bacaan awam, buku ini cukup cepat dibaca. Walaupun gaya penulisannya agak kaku, tapi cukup mudah dimengerti (kalau sebelumnya pernah membaca karya Thaler, Levitt, atau Ariely). Jika pernah membaca karya penulis-penulis di atas, tidak sulit memahami maksud Akerlof dan ide yang disampaikannya.
Secara keseluruhan, buku ini cukup enak dibaca. Karena tipis, buku ini juga cepat diselesaikan. Walaupun menarik, tapi cara penyampaiannya kurang populer atau kurang berasa anak muda, beda dengan cara Levitt menyampaikan penelitian yang sama dalam Freakonomics. Buku ini juga terasa kurang dipasarkan dengan baik. Orang tidak akan tertarik membeli buku ini kalau tidak tahu sama sekali atau pernah melihatnya di buku lain. Saya saja membacanya karena kerap dirujuk oleh Levitt dan Thaler.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.