Semenjak bekerja di Surakarta, saya kembali menjadi anak kos. Mirip dengan kembali ke masa kuliah dengan beda tuntutan. Tuntutan dunia kerja antara lain berusaha memenuhi target yang ditentukan perusahaan tiap bulan, berusaha membayar uang sewa kos dan kebutuhan harian tanpa meminta bantuan orang tua. Kalau dulu saat kuliah bisa pulang ke rumah tiap minggu, sekarang pulang ke rumah cukup sebulan sekali.
Selain jarak Solo-Magelang yang relatif jauh, biaya yang dikeluarkan juga lebih besar. Sebagai perbandingan Yogya-Magelang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam dengan dana IDR 11000 sekali jalan. Solo-Magelang ditempuh dalam waktu 3 jam dengan dana IDR 27000 sekali jalan.
Moda transportasi yang saya gunakan untuk mudik biasanya moda transportasi umum. Urutannya saat pagi adalah bus BatikTrans(halte RS Tentara)-kereta Pramex(Purwosari)-bus TransJogja3A(Bandara Adi Sucipto)- TransJogja 2A (Condong Catur)-bus AKAP Jogja-Semarang(jombor)- angkutan kota (Armada Magelang). Kalau sampai Jogja sudah terlalu malam saya memilih naik bus Damri untuk menuju Magelang. Memang tarifnya lebih mahal (IDR35000) tapi nyaman, jadwalnya tetap dan bisnya sudah berAC. Tarif bus TransJogja, angkot dan BatikTrans sebesar IDR3000, Pramex IDR 10000, bus AKAP IDR7-8000.
Kalau tidak terburu-buru atau dompet sedang kempis saya memilih naik bus AKAP dari Jogja. Tapi kalau waktu terbatas, sedang hujan atau keburu dikejar malam saya memilih naik bus DAMRI yang nyaman.
Masalah baru muncul saat luapan lumpur dingin mulai menutup jalur Jogja-Magelang. Bus yang saya tumpangi terpakasa memutar lewat jalan-jalan desa. Atau saya naik bus ke Bawen lalu pindah naik bus AK Yogya-Semarang yang ke arah Yogya. Selama ini saya belum pernah mencoba cara terakhir karena lebih memilih naik DAMRI yang nyaman.
Komentar