Nelson Mandela meninggal. Madiba
telah pergi. Pejuang dan ikon persamaan hak asasi manusia itu akhirnya
beristirahat dengan tenang. Ia akan dimakamkan 17 Desember besok di kota
kelahirannya. Selamat jalan Madiba.
(Hampir) Seluruh dunia berkabung
dan menangisi kepergiannya. (Hampir) Semua surat kabar, media cetak dan mediaonline memberitakan perjuangan Mandela, penderitaannya, belas kasihnya,
kepemimpinannya, dan keahlian berdiplomasinya. Ia dipuji karena kesabaran dan
keberaniannya. (Hampir) Semua masyarakat internasional mengenal dan
menangisinya.
Hampir? Ya. Karena ternyata
generasi muda, terutama mereka yang berusia kurang dari 24 tahun dan sebagian
media Indonesia tidak peduli sama sekali. Mereka tidak tahu (dan tidak mau
tahu) kalau berkat perjuangan hak-hak kemanusiaan Mandela lah mereka bisa
mengenyam pendidikan dan hidup berkecukupan. Mereka bahkan menyamakan Madiba dengan
motivator tv lokal. Ignorant. Kalaupun
tidak tahu, mereka tidak mau repot-repot membuka internet (Google? Wikipedia?)
walau punya akses internet 24 jam. Mereka lebih memilih merayakan keacuhan dan
kebodohan mereka di media sosial. Mereka bahkan memposting gambar Morgan Freeman yang disangka Mandela lewat media
sosial (Instagram, Twitter, Facebook, Path). Oh..generasi alay.
Media Indonesia, baik
sekelas Kompas maupun tv.oon pun setali tiga uang. Alih-alih menyoroti
perjuangannya melawan Apartheid mereka justru mengomentari baju batik yang dipakai
Mandela. Seolah-olah berkat batik Madiba mampu berjuang. Dia tidak butuh batik.
Batiklah yang butuh Mandela.
Seharusnya saya tidak gemas,
marah atau sedih dengan kebodohan dan keacuhan generasi muda sekarang. Bukankah
acara tv dipenuhi infotainment dan sinetron belasan kali sehari? Bukankah stasiun
berita lebih suka menayangkan drama politik dibanding diskusi perdagangan,
inovasi sains terbaru atau statistik kemanusiaan? Bukankah saya sering diejek
karena menolak menonton tv lokal yang dangkal dan tidak ada isinya? Jadi kenapa
harus marah?
Ignorant youth dan kedangkalan media adalah
kewajaran di Indonesia. Mereka lah aliran utama. Pengamat ekonomi, penikmat
budaya atau geek di keseharian adalah
alien yang kurang diterima tatanan
masyarakat. Kalau ingin diterima di pergaulan, wajib hukumnya menonton
Indonesia Lawyers Club atau sinetron. Oh..Endonesa
Komentar