Langsung ke konten utama

Bridging The Gap: Mengurangi Ketimpangan, Meluruskan Esensi Pembangunan By Wijayanto Samirin

Menurut Gregory Mankiw, salah satu guru besar ilmu ekonomi, ada 2 hal yang bisa menjadi fokus pembangunan, yaitu efisiensi atau persamaan (egaliter). Negara atau perusahaan tidak bisa memilih keduanya. Egaliter bisa berarti inefisiensi, dan efisiensi berarti tidak ada persamaan beban dan insentif kinerja. Bridging The Gap berusaha menawarkan solusi memeratakan pembangunan ke seluruh Indonesia dari kacamata Wijayanto Samirin, Wakil Rektor Universitas Paramadina. Dalam menulis buku ini, terasa sekali Wija mengambil posisi sebagai politikus yang berusaha menyenangkan semua pihak, bukan ekonom yang berfokus pada beberapa isu penting saja.

Sebagai sebuah buku bertema ekonomi politik, Bridging The Gap, terasa sangat datar, lebih menyerupai pengulangan dari ide-ide yang sudah ada sebelumnya, tidak ada hal baru yang ditawrkan di dalamnya. Solusi-solusi yang ditawarkan terasa sebagai konsep yang melayang di awang-awang, bukan konsep praktis yang bisa diterapkan di dunia nyata. Kualitas tulisannya, caranya menyampaikan ide dalam rangkaian paragraf yang mudah dipahami, masih jauh di bawah kualitas Faisal Basri, Tony Prasetyantono, atau Destry Damayanti.
Namun buku ini bukannya tanpa kelebihan. Ada sejumlah poin sejarah dan praktek ekonomi di masyarakat menengah ke bawah yang menarik disimak. Misalnya praktek blanthik yang menggurita di pasar hewan Indonesia yang menyebabkan harga daging sapi melambung tinggi dan benih sapi langka di pasaran. Atau bagaimana program Bolsa Familia di Brazil berhasil mengentaskan kemiskinan.

Sebagai sebuah bacaan ekonomi super ringan, buku ini cukup layak dibaca kala senggang. Pembahasannya relatif umum dan sering kita temui di editorial koran-koran nasional. Tapi sebagai sebuah buku, Bridging The Gap kurang layak dikoleksi. Masih lebih banyak buku bagus yang layak dikoleksi dan memberi pemahaman lebih baik. 
Bridging The Gap bisa dibeli di berbagai toko buku dengan harga 55-65ribu (tergantung toko bukunya). Dengan tebal 220 halaman, buku ini termasuk ringan dan dapat diselesaikan dengan cepat. Cukup 2 dari 5 bintang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.