Medio
2000an, Fortis terkenal sebagai salah satu manajer investasi terbesar di
Indonesia. Nilai dana kelolaannya mencapai 40Trilyun rupiah. Fortis dan
Schroeder adalah 2 manajer investasi asing yang berjaya dari bisnis reksadana
dan wealth management. Reksadana
kelolaan mereka hanya dijual di bank, tidak bisa diperoleh langsung dari
manajer investasi seperti layaknya manajer investasi lokal seperti Danareksa
atau Panin. Biaya pembeliannya (fee)
termasuk besar, lebih dari 1% per pembelian.
Tahun
2008 muncul berita kalau salah satu investor asing berminat mengakuisisi
Fortis. Rumor itu benar. BNP Paribas, bank ke-2 terbesar di Prancis mengakuisis
Fortis. Dan berganti namalah Fortis menjadi BNP Paribas Investment Partners. Segenap
prefiks Fortis dalam reksadana kelolaan mereka diganti dengan awalan BNP
Paribas. Seperti Fortis Equitra berganti nama menjadi BNP Paribas Equitra.
Strategi
investasi mereka tidak berubah. Cenderung membeli saham-saham big cap LQ45 sebagai saham utama pada
reksadana kelolaan mereka. Big cap
adalah saham-saham yang punya nilai di atas 100 trilyun di pasar modal. Hanya 8
saham yang masuk big cap. Diantaranya
Astra International (ASII), Bank Mandiri (BMRI), BBCA (Bank BCA), HM Sampoerna
(HMSP), Unilever (UNVR), Telkom (TLKM), Bank BRI (BBRI), dan Perusahaan Gas
Negara (PGAS). BNP Paribas alias Fortis
mengombinasikan 4 diantaranya (ASII,BMRI,BBRI,TLKM) dengan saham-saham LQ 45
lain, terutama dari sektor perbankan seperti bank Permata (BNLI), bank NISP,
atau bank Danamon (BDMN).
Saham
lapis kedua atau second liners memang
jarang masuk top 5 holding BNP
Paribas. Entah karena mereka merahasiakan saham-saham apa saja yang diambil
atau diversifikasi yang terlalu luas sehingga saham second liners yang mereka miliki tidak pernah melebihi 4% Nilai
Aktiva Bersih.
BNP
Paribas bahkan punya reksadana khusus perbankan yang dinamai BNP Paribas
Equitra. Top 5 stock holding Equitra
adalah perbankan. Kalau mau diversifikasi, Equitra sesuai bagi teman-teman yang
sudah mengoleksi TRAM Consumption, Mawar Konsumer 10 atau Mawar Komoditas 10.
Karena
hanya bisa dibeli di bank, saya lebih suka membeli reksadana dari BNP Paribas
di CommonwealthBank. Paling tidak saya bisa beli-jual dengan mudah via internet
banking. Biaya yang dikenakan termasuk mahal,1.1% per pembelian dan tidak bisa
dicairkan kurang dari setahun.
Dilihat
dari kinerjanya, reksadana-reksadana kelolaan BNP Paribas cukup bagus untuk
ukuran reksadana dengan portofolio mayoritas Big Cap,walau jelas tidak sebagus reksadana yang menggabungkan Big Cap dengan saham-saham second liners atau reksadana yang hanya
berisi second liners. Kalau dibuat
garis korelasi regresi, kinerja reksadana BNP Paribas berbanding lurus dengan
pergerakan Astra International dan Bank Mandiri. Kedua saham ini cukup mudah
dipantau dan dianalisa pergerakannya menggunakan foreign net buy/foreign net sell. Dilihat dari pergerakan Astra
hari ini, sepertinya sekarang adalah saat yang tepat untuk membeli reksadana
BNP Paribas.
Kekurangan
dari reksadana-reksadana BNP Paribas adalah kenaikannya tidak begitu tinggi. Tapi
hal ini juga merupakan kelebihannya. Kalau bursa sedang kebakaran/bearish/dibanting, mereka turunnya tidak
terlalu dalam. Misalnya kalau Astra sedang turun, dan biasanya Unilever tidak
terlalu turun (kadang malah naik), maka nilai NAB reksadana tidak ikut turun
dalam. Teman-teman yang punya BNP Paribas Pesona Amanah mungkin bisa mengamati.
Menilik
portofolio yang dimiliki, saya sarankan untuk membeli Pesona Amanah, Ekuitas,
Infrastruktur Plus, Pesona, Spektra dan Star kalau bursa saham sedang naik (bullish) dan berminat investasi jangka
panjang di atas 3 tahun. Kalau bursa sedang turun, saya saran mengambil Solaris
(isinya saham defensif seperti Mawar Konsumer 10) dan Prima II (reksadana
pendapatan tetap).
Komentar
Misalnya mau switch dr A ke B. Selain kena fee switching A, apakah kena fee redeem A atau fee subscribe B? TIA ya.