Hari yang ditunggu-tunggu tiba!
8 Oktober kemarin, akhirnya Blood of Olympus terbit. Buku terakhir serial
Heroes of Olympus ini diharapkan semua pembaca akan menjadi penutup yang
eksplosif, klimaks yang sesuai dengan plot
building yang sudah dibangun sejak Demigod Files 5 tahun yang lalu, dengan
pertempuran yang lebih dahsyat dibanding The Last Olympians. Sebagian pembaca
menunggu akhir yang tragis sekaligus gembira dari Blood of Olympus, dengan
jawaban akan pertanyaan terakhir: siapakah yang akan tewas?
Kenyataannya, Blood of Olympus
terasa seperti antiklimaks. Sejumlah plot yang dibangun sejak Lost Hero hingg
House of Hades justru terasa hilang disini. Sebagian disebabkan peran Percy
yang dikurangi hingga nyaris hilang, sehingga pembaca kehilangan
komentar-komentarnya yang sarkas dan nakal. Sebagian disebabkan singkatnya
pertempuran antara Giants dengan ketujuh demigod. Kurang dari 5 bab. Saya pun
dibuat terhenyak saat pertempuran dengan Giants berakhir. Loh, kok cuma segini?
Pengarang Rick Riordan
sepertinya ingin memberi porsi lebih kepada 5 narator disini: Jason, Leo,
Piper, Nico dan Reyna. Peran penutur cerita Annabeth, Frank, Hazel dan Percy
dihilangkan. Jika melihat buku yang terbit persis sebelum Blood of Olympus,
yaitu Percy Jackson’s Greek Gods, terasa wajar jika peran Percy dikurangi. Ia
sudah menuturkan cerita untuk satu buku sendiri. Namun saya tetap saja heran
kenapa peran Hazel atau Frank dikurangi. Secara karakter, keduanya lebih kuat
dan teruji dibanding Jason atau Piper.
Kalaupun ada bagian yang layak
disebut klimaks, itu adalah pertempuran trio Leo, Piper, dan Jason versus Gaea.
Tokoh Leo sepertinya dimaksudkan sebagai pengganti Percy sebagai idola baru
penggemar serial dewa-dewi Yunani ini. Walau digambarkan tidak semenarik Percy
dalam hal fisik, Leo punya selera humor bagus, tidak sarkastis, bukan pengambil
risiko kelas berat seperti Percy, dan bisa merancang strategi pertempuran satu
lawan satu yang nyeleneh. Pertempuran melawan Gaea membuktikan kecanggihannya
merancang mesin perang.
Klimaks dari serial Heroes of
Olympus sendiri justru ada di House of Hades. Petualangan yang lengkap, humor
yang variatif dari Leo dan Percy, tragedi pahit yang menimpa Bob dan Damasen,
serta jalan cerita yang sulit ditebak justru membuat House of Hades terasa
sebagai puncak cerita serial Heroes of Olympus.
Tragedi yang ditunggu-tunggu
tidak terjadi, yang ada justru happy
ending. Padahal tragedi bisa menarik perhatian pembaca dan kritikus buku.
Ketiadaan tragedi, pertempuran yang singkat dan hambar, serta proses build-up yang terlalu lama membuat Blood of Olympus
terasa membosankan dibanding House of Hades atau Mark of Athena. Malah adegan
pertempuran Jason versus Percy di Mark of Athena atau Percy versus sepasukan
hantu di Son of Neptune lebih menarik. Dibandingkan The Last Olympian, Blood of
Olympus jauh lebih datar dan membosankan. Riordan seperti ingin menyajikan
akhir bahagia bagi semua pembaca.
Cukup 3.5 dari 5 bintang. Enak
dibaca, kalau belum membaca prekuel-prekuelnya. Buku terakhir yang bukan
klimaks. Alur lambat, ketegangan kurang. Tidak harus membeli, cukup dibaca di
perpustakaan saja.
Komentar