Apa yang kita tahu dari
Provinsi Kalimantan Timur? Beribukota di Samarinda? Kota terbesarnya Balikpapan
(terbesar juga sepulau Kalimantan)? Kabupaten terkayanya Kutai Kertanegara?
Kaya akan minyak dan batubara? Hutannya gundul? Jalannya rusak? Wilayahnya
sangat luas tapi penduduknya sedikit? Kalau saya, hanya keenam hal itu yang
saya tahu.
Minggu lalu saya tertarik
dengan salah satu buku terbitan Kaltim Post berjudul “Rakyat Dapat Apa?” Buku
yang sejatinya sudah ada sejak bulan Desember 2013 ini berisi kumpulan opini
kolumnis senior harian Kaltim Post, Syaril Teha Noer. Dari format isinya, buku
ini mirip serial Naked Traveler dari Trinity atau Kicau Kacau nya Indra
Herlambang. Walau judulnya berbau politis, namun buku ini lebih banyak
menyoroti sisi sosial dan budaya masyarakat dan birokrat di Kalimantan Timur.
Dari buku ini pembaca jadi
sadar bahwa perilaku masyarakat Kaltim sama saja dengan masyarakat di Jawa atau
Sumatra. Mereka cenderung memanfaatkan momen pemilu legislatif untuk memeras
politisi, perilaku birokrasi yang cenderung memeras pengusaha lewat ijin-ijin
investasi atau bancakan proyek
infrastruktur oleh birokrat.
Selebihnya, tidak ada hal yang
istimewa dari buku setebal 264 halaman ini. Spasi antar kalimat dan baris yang
lebar membuat buku ini cepat selesai dibaca, tidak sampai seja. Editorial,
investigasi dan wawancara yang kurang tajam membuat buku ini cepat dilupakan
dan tidak merangsang rasa ingin tahu pembacanya. Cukup 1 dari 5 bintang.
Komentar