Langsung ke konten utama

Movie: Parks


Selama 7-16 Desember 2018, CGV Grand Indonesia menghelat acara Festival Film Jepang. Film pertama yang kutonton adalah Parks. Saat itu, sutradara Parks ikut hadir dan mengisi diskusi (dengan dibantu penerjemah).
Cerita Parks berpusat pada mahasiswa semester akhir Jun (Ai Hashimoto) yang berjuang menyelesaikan tesis pasca putus dari pacarnya. Suatu hari ia berjumpa dengan Haru yang sedang mencari kekasih ayahnya. Mereka sepakat untuk bersama-sama mencari wanita bernama Sachiko tersebut. Motif Jun: menjadikan Sachiko sebagai tema tesisnya. Haru ingin menulis novel tentang Sachiko.

Ketika mereka berhasil menemukan rumah Sachiko yang ternyata baru saja meninggal, mereka menemukan rekaman lagu yang belum selesai. Bersama Tokio, cucu Sachiko, Jun dan Haru berusaha menyelesaikan lagu tersebut. Selagi mereka menyelesaikan dan menyusun ulang lagu dari masa 50 tahun yang lalu, mereka diundang manggung di Festival Musik Kichijoji. Konflik dimulai ketika Haru tidak menyukai lagu yang diaransemen ulang Jun dan Tokio.
Sebagai sebuah drama musikal, film ini cukup bagus. Akting Ai Hashimoto sebagai Jun sangat natural, ekspresi-ekspresinya menggambarkan pergolakan emosinya. Aktor - aktor lain juga bermain apik. Film yang dibuat untuk merayakan 100 tahun berdirinya Taman Inokashira ini menampilkan lanskap yang memanjakan mata. Gambar-gambarnya menyejukkan dan tidak terlalu dramatis atau kontras. Scoring dan soundtracknya pas dengan jalan cerita filmnya.
Kekurangan film ini adalah alur cerita yang terlalu lambat di awal. Penonton rawan tertidur dengan cepat ketika disuguhi adegan berputar-putar atau menari di taman saat musim sakura. Hal yang paling disukai dari Parks adalah soundtracknya! Sayang sekali saya belum bisa menemukan playlist Parks di Spotify atau Joox.

Proses pencarian mereka membuat Jun bertemu dengan berbagai orang dan mengerti pentingnya menghadapi tantangan, bukan terus mundur dan menunda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.