Selama
beberapa tahun mengamati industri reksadana (sebagai pengamat amatir), saya
menemukan bahwa sebagian besar reksadana memasukkan big cap untuk sebagian besar portofolio mereka. Big cap mencakup Astra International
(ASII), Bank Mandiri (BMRI), BBCA (Bank BCA), HM Sampoerna (HMSP), Unilever
(UNVR), Telkom (TLKM), Bank BRI (BBRI), dan Perusahaan Gas Negara (PGAS). Berdasarkan pengamatan saya, ada beberapa
alasan Manajer Investasi memilih big cap.
Pertama:
beberapa saham big cap fluktuatif,
terutama Astra (ASII) dan bank BRI (BBRI). Fluktuasi mingguannya bisa mencapai ±300 rupiah. Dalam satu hari bisa
naik/turun 100 rupiah. Investor asing rajin menperdagangkan Astra, dalam sehari
nilai transaksi bisa mencapai 300 milyar rupiah.
Alasan
kedua: semua saham big cap
fundamentalnya bagus. Mereka adalah perusahaan yang sudah matang, rajin
berinovasi, memiliki manajemen baik, mampu mencetak keuntungan konsisten dan
punya aset di atas 50 trilyun rupiah. Kalaupun bukan perusahaan matang dan
rajin berinovasi, biasanya BUMN yang maju bekat dukungan pemerintah.
Perusahaan
yang rajin membagi dividen dalam jumlah besar biasanya bergerak di sektor
konsumsi seperti unilever, gudang garam dan sampoerna. Apapun perubahan
kebijakan yang disusun pemerintah, mereka nyaris tidak tersentuh. Mereka punya
jaringan lobi yang kuat dan berakar di pemerintah dan parlemen.
Keempat,
dalam jangka panjang kedelapan perusahaan tersebut bergerak di sektor yang terus
tumbuh. Pembangunan infrastruktur di Indonesia belum maksimal dan masih banyak
daerah yang tertinggal. Mereka akan terus menerus membangun infrastruktur di
daerah-daerah.
Karena
fundamentalnya bagus, perusahaannya sudah banyak dikenal dan punya manajemen
bagus, investor (yang berinvestasi jangka panjang) merasa lebih aman bila
memegang big cap. Tidak hanya
investor lokal yang berinvestasi di big
cap. Sebagian investor asing dan perbankan investasi seperti Credit Suisse
dan Morgan Stanley pun berinvestasi dalam jumlah besar di big cap. Mereka tidak hanya trading
saja, mereka lebih suka berinvestasi untuk jangka panjang. Investor asing kelas
kakap inilah yang menimbulkan perasaan ada yang menjaga suatu saham tidak
sampai turun drastis.
Faktor
lain yang (semoga jangan sampai ada) juga berpengaruh adalah kalau ternyata Manajer
Investasi yang mengelola penakut dan mau yang aman-aman saja, dan tidak bisa
menebak arah pasar. Jadi mereka cenderung menaruh big cap di portofolio reksadana kelolaan supaya tidak disalahkan
Direktur atau Komisaris.
Komentar