Indonesia
adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di Dunia. Jumlah penduduk
yang melebihi 200 juta orang merupakan berkah bagi sektor konsumsi yang harus
memenuhi hajat hidup orang banyak. Sektor konsumsi mencakup produsen barang
kebutuhan sehari-hari (sembako) seperti: beras, deterjen, sabun&shampoo(toilettries), mie, biskuit. Sektor
otomotif, produsen mobil dan motor, kadang juga dimasukkan ke dalam sektor
otomotif.
Jumlah
penduduk lebih dari 200 juta adalah berkah sekaligus peluang bagi sektor
konsumsi. Meningkatnya jumlah kelas menengah dan semakin meratanya distribusi
uang meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan konsumsi.
Sektor
lain yang mendapat berkah dari jumlah penduduk besar dan meratanya kekayaan
adalah sektor perbankan. Semakin makmur penduduk suatu negara, semakin besar
kesadaran mereka untuk menabung di bank.
Perbankan
di Indonesia semakin kaya karena mereka membebankan biaya pemeliharaan tabungan
kepada nasabah dalam bentuk biaya bulanan dan biaya atm, sedangkan bunga kredit
usaha yang diberikan sangat tinggi. Bunga tabungan maksimal 2.5% per tahun, biaya
bulanan 5ribu-12ribu, biaya atm seribu per bulan, bunga kredit lebih dari 10%
per tahun. Hitunglah besarnya keuntungan perbankan selama setahun. Sebagai informasi,
keuntungan bank Niaga (yang tidak termasuk 5 bank besar di Indonesia) lebih
dari 1trilyun rupiah per kuartal.
Walaupun
perusahaan-perusahaan pertambangan dan sawit (atau sektor komoditas) berhasil
membawa Indonesia masuk G20, tapi kontribusi mereka di dalam negeri relatif
kecil dibanding sektor perbankan dan konsumsi. Perusahaan-perusahaan di sektor
komoditas biasanya mengeruk Sumber Daya Alam Indonesia lalu menjualnya ke
konsumen di Jepang, Amerika Serikat,China, India atau Eropa.
Untuk
urusan distribusi, sektor sawit lebih adil daripada pertambangan. Perusahaan-perusahaan
tambang lebih suka menjual batubara atau gas ke mancanegara sementara PLN
menjerit-jerit minta pasokan gas dan batubara kalori tinggi. Sebagian produksi
pabrik sawit disalurkan ke pasar-pasar tradisional lokal dan supermarket. Jarang
sekali muncul di berita soal kelangkaan minyak goreng. Kalaupun langka di suatu
daerah, biasanya karena masalah transportasi.
Produsen-produsen
batubara seperti Bukit Asam atau Adaro lebih suka menjual batubara kalori
tinggi ke China atau Eropa. Batubara kalori rendah yang beracun dan menyebabkan
kanker dijual ke PLN. Distribusi gas dikuasai spekulan. PGN harus bernegosiasi dengan
spekulan kalau ingin mendapatkan gas.
Menurut
saya (dan analis-analis lain), industri yang relatif kebal krisis antara lain
konsumer dengan emiten Unilever, Indofood Group (INDF,ICBP,ROTI), Tiga Pilar
(AISA). Ritel ikut mendapatkan keuntungan dengan menjadi distributor
produk-produk konsumsi (AMRT, MAPI,RALS,MPPA, HERO). Ditopang oleh besarnya
jumlah penduduk dan kebutuhan yang terus meningkat membuat sektor ini terus
maju. Unilever dan Indofood juga rajin melakukan inovasi terhadap
produk-produknya untuk menghindari kemungkinan penjualan mereka disalip
inovasi-inovasi pesaing.
Komentar