Setiap tahun Tempo
menerbitkan buku panduan jurusan-jurusan kuliah di Universitas Negeri dan
Swasta. Tiap tahun ajaran baru siswa-siswa SMU dan sederajat dicekoki passing grade, jurusan favorit, biaya
kuliah dan kewajiban untuk menjalani dua kali tes kelulusan dalam setahun.
Mereka kebanyakan pasti
bingung mau kemana sesudah lulus sekolah. Salah satu pilihannya adalah bekerja.
Pilihan lainnya adalah kuliah, yang sangat dianjurkan mayoritas orang tua. Jurusan-jurusan
yang bisa mendatangkan uang cepat adalah pilihan favorit siswa dan orang
tuanya.
Kedokteran, pertambangan,
akuntansi, komunikasi dan informatika adalah sekian jurusan yang dianggap
favorit. Pendapatan kerja setelah lulus tinggi, permintaan banyak dan (kadang)
bisa kerja mandiri (self employment).
Gaji seorang fresh graduate bisa
dimulai dari kisaran 5 jutaan.
Tapi apakah jurusan kuliah
lain layak dipinggirkan? Walau tidak sementereng dan bergaji sebesar lulusan
jurusan-jurusan di atas, sebagian besar jurusan kuliah tidak menuntut
mahasiswanya terlalu ahli di bidang kuliahnya. Pergaulan dan kemampuan
bersosialisasi juga menjadi nilai tambah.
Salah seorang kenalan yang kurang
berhasil di studinya (7tahun kuliah belum lulus) sedang berusaha meniti karir
di bidang politik dengan menjadi calon legislatif, berbekal kemolekan paras dan
uang orang tua.
Kenalan lain yang sangat
jago dan lulus cepat dalam studi memilih bergabung dengan agen asuransi dengan memanfaatkan
keahliannya berkata-kata dan bersosialisasi. Teman lain lulusan kedokteran
memilih menjadi manajer pemasaran bagi sejumlah UKM yang dibinanya. Sangat sedikit
pengaruh jurusan kuliah dalam karir mereka.
Dari yang sering saya saksikan,
pekerjaan dokter (dokter manusia, dokter gigi, dokter spesialis, dokter hewan),
akuntansi dan tenaga pertambangan memang mendatangkan materi berlimpah. Tapi jam
kerja mereka panjang dan rawan sakit. Perhatian mereka ke keluarga jarang. Wisata
terbatas ke wilayah perkotaan dan taman dalam kota.
Jurusan kuliah favorit
menuntut pengeluaran besar, daya pikir kuat, pergaulan intens dan kemampuan
komunikasi kuat untuk skripsi dan tugas akhir. Jurusan non favorit menuntut
dana, nalar dan pergaulan lebih rendah.
Jadi, perlukah seorang calon
mahasiswa memilih masuk jurusan favorit bergaji tinggi? Atau memilih jurusan
apapun yang terjangkau dana dan nalar? Calon mahasiswa harus pandai-pandai
mengukur diri.
Komentar