image courtesy of www.vandtlaw.com |
Beberapa
hari yang lalu muncul berita mengejutkan dari dunia perencana keuangan. Presenter Ferdi Hasan melaporkan QM Financial dan Ligwina Hananto atas tuduhanpenyalahgunaan dana investasi. Ferdi yang biasanya hanya berinvestasi di
instrumen aman diminta untuk pindah ke investasi abal-abal macam Golden Trader
Syariah (perdagangan emas syariah bersertifikat MUI yang tidak jelas sumber
pendapatannya) dan Trimas. Keduanya ambruk dalam beberapa bulan saja. Ferdi mengaku
menderita kerugian 12 miliar lebih.
Ada
beberapa hal yang perlu dicermati di sini. Pertama, perencana keuangan adalah
profesi dengan tujuan menganalisa kondisi keuangan klien/nasabah (layaknya Chief
Financial Officer menganalisa proyek-proyek perusahaan) dan memeberi saran
tentang apa yang sebaiknya dilakukan klien. Makanya perencana keuangan tidak
terbatas pada horang kayah saja, tapi
bisa buat orang biasa yang terjerat kredit macet atau kesulitan mengembangkan
aset. Perencana keuangan (biasanya dibayar) per jam seperti pengacara. Tapi ada
juga yang dibayar dari persentase keuntungan klien. Dan di sinilah timbuh masalah.
Perencana
keuangan tidak seharusnya “memutar” dana klien dan mengambil persentase selisih
keuntungan sebagai fee atas dirinya. Jika hal itu dibiarkan terjadi (oleh
klien) ia akan tergoda untuk memutar dana nasabah secepat mungkin dan
menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya agar feenya terus bertambah. Ia akan tergoda untuk memasukkan dana klien
ke alat investasi berisiko tinggi untuk meraih untung sebesar mungkin. Inilah yang
terjadi pada Ferdi Hasan dan QM. QM pasti tergiur melihat besarnya dana
investasi Ferdi dan memutuskan untuk memasukkannya ke alat investasi berisiko sangat
tinggi macam GTIS, Trimas dan index
trading demi mengejar fee.
Ketiga,
semua investasi dilakukan atas nasehat perencana keuangan dan dilakukan oleh
investor sendiri. Keputusan terakhir dan eksekusi ada di tangan investor,
karena dana investasi dipegang dan dimanfaatkan oleh investor. Perencana
keuangan tidak boleh mengeksekusi tindakan investasi karena mereka tidak
berhak, ijin mereka hanya sebagai penasehat, bukan pialang (stock trader atau bond trader boleh mengeksekusi setelah ada ijin rekaman dan
tertulis dari investor).
Dalam
kasus ini, Ferdi Hasan juga bersalah karena menuruti saran QM untuk memutar
dana di investasi abal-abal. Kalaupun ia mengaku tidak tahu, bukankah ia
berkewajiban mencari sendiri selain mendengarkan saran dari perencana keuangan?
Bagaimana bisa ia menuruti nasehat untuk berinvestasi di bidang trading emas dan agribisnis dimana perencana
keuangannya sendiri tidak punya kompetensi di situ? Ferdi lalai mengecek ulang
Golden Trader dan Trimas.
QM
bersalah karena menyalahgunakan kepercayaan nasabah dengan menyarankan
investasi abal-abal dan berisiko sangat tinggi kepada nasabah tanpa
memperhitungkan kemampuan nasabah menoleransi risiko. Mereka juga bersalah
karena menyarankan investasi di bidang yang mereka tidak punya kompetensi atau
ijin di situ? Apa perencana-perencana keuangan dari QM ada yang punya ijin dari
Bappebti untuk menyarankan trading emas
dan index? Sampai saat ini, belum ada.
Ferdi
Hasan sebaiknya mengakui kesalahannya karena lalai dan tamak. Kesalahan QM
lebih besar lagi karena menyarankan investasi di bidang yang tidak mereka
kuasai kompetensinya dan di “perusahaan” yang tidak berijin. Belakangan terungkap
bahwa salah satu planner mereka adalah
pemegang saham di investasi abal-abal yang mereka sarankan ke klien. Kesalahan QM
bertambah lagi karena mereka tidak independen, menyarankan nasabah berinvestasi
di “perusahaan” dimana mereka menjadi bagian darinya.
Industri
perencana keuangan termasuk menarik karena jumlah kalangan menengah Indonesia terus
meningkat dan mereka butuh orang yang bersedia mengatur aset mereka karena
mereka tidak punya waktu. Berbeda dengan sertifikasi pasar modal yang ujiannya
luar biasa sulit dan butuh usaha ekstra keras untuk lulus, siapa saja bisa
mengklaim menjadi perencana keuangan dengan sertifikat asuransi AAJI atau ikut
kursus seharga 5 juta dalam sebulan. OJK memang belum mengatur persyaratankhusus tentang perencana keuangan karena masih disibukkan dengan pengawasan
terhadap bank, asuransi dan pasar modal.
Semoga
dengan adanya kasus ini OJK segera sadar perlunya regulasi perencana keuangan
dan mau meluangkan sedikit waktu untuk menelurkan aturan yang meregulasi
industri perencana keuangan.
Komentar