Langsung ke konten utama

Kompasiana: Jelajah Negeri Sendiri


      Kompasiana, salah satu platform blog lokal, kembali menerbitkan buku. Kalau sebelumnya tema nasionalisme yang disajikan dalam bentuk naratif yang dibukukan, sekarang perjalanan keliling Indonesia yang disajaikan dalam tema besar Merawat Nasionalisme. Jika kedua buku sebelumnya cenderung menyajikan tema nasionalisme dalam bentuk curhat, maka tema jalan-jalan yang dibungkus nasionalisme ini disajikan dalam wujud narasi deskriptif.
       Teman-teman yang pernah membaca DestinASEAN atau TNT Anthology mungkin merasa familiar dengan format buku ini. Sama-sama berisi kumpulan cerita jalan-jalan (traveling), sama-sama ditulis oleh pelancong dan sama-sama kurang promosi. Bedanya, DestinASEAN dan TNT Anthology mengambil pendekatan narasi pengalaman dan perasaan penulisnya saat melakukan perjalanan. Sedangkan Jelajah Negeri Sendiri memilih pendekatan deskriptif.
      Jika dalam DestinASEAN dan TNT Anthology kita bisa tertawa, terharu dan ikut kesal, maka di Kompasiana kita hanya disuguhi bagaimana cara sampai ke suatu obyek wisata, dimana mencari pemandu, atau tempat menginap terbaik. Membaca Jelajah Negeri Sendiri, saya jadi teringat Lonely Planet. Tinggal tambahkan peta dan rincian GPS, maka jadilah Jelajah Negeri Sendiri versi lokal dari Lonely Planet.
      Dibanding DestinASEAN dan TNT Anthology, Jelajah Negeri Sendiri terasa lebih kering, kurang greget akibat sedikitnya pengalaman dan kesan yang ditampilkan penulisnya. Sepertinya editor buku ini kurang memperhatikan selera pembaca buku bertema jalan-jalan, atau ia cenderung menyukai tulisan yang bersifat teknis. Atau karena sebagian besar kisah di buku ini bisa dijumpai di versi digital Kompasiana, maka ia tidak merasa berkewajiban memoles deskripsi di dalamnya agar lebih menarik.
       Cukup 1.5 dari 3 bintang untuk buku seharga IDR 50 ribu dan setebal 275 halaman ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.