Kompasiana, salah satu
platform blog lokal, kembali menerbitkan buku. Kalau sebelumnya tema
nasionalisme yang disajikan dalam bentuk naratif yang dibukukan, sekarang
perjalanan keliling Indonesia yang disajaikan dalam tema besar Merawat
Nasionalisme. Jika kedua buku sebelumnya cenderung menyajikan tema nasionalisme
dalam bentuk curhat, maka tema jalan-jalan yang dibungkus nasionalisme ini
disajikan dalam wujud narasi deskriptif.
Teman-teman yang pernah
membaca DestinASEAN atau TNT Anthology mungkin merasa familiar dengan format
buku ini. Sama-sama berisi kumpulan cerita jalan-jalan (traveling), sama-sama
ditulis oleh pelancong dan sama-sama kurang promosi. Bedanya, DestinASEAN dan
TNT Anthology mengambil pendekatan narasi pengalaman dan perasaan penulisnya saat
melakukan perjalanan. Sedangkan Jelajah Negeri Sendiri memilih pendekatan
deskriptif.
Jika dalam DestinASEAN dan
TNT Anthology kita bisa tertawa, terharu dan ikut kesal, maka di Kompasiana
kita hanya disuguhi bagaimana cara sampai ke suatu obyek wisata, dimana mencari
pemandu, atau tempat menginap terbaik. Membaca Jelajah Negeri Sendiri, saya
jadi teringat Lonely Planet. Tinggal tambahkan peta dan rincian GPS, maka
jadilah Jelajah Negeri Sendiri versi lokal dari Lonely Planet.
Dibanding DestinASEAN dan
TNT Anthology, Jelajah Negeri Sendiri terasa lebih kering, kurang greget akibat
sedikitnya pengalaman dan kesan yang ditampilkan penulisnya. Sepertinya editor
buku ini kurang memperhatikan selera pembaca buku bertema jalan-jalan, atau ia
cenderung menyukai tulisan yang bersifat teknis. Atau karena sebagian besar
kisah di buku ini bisa dijumpai di versi digital Kompasiana, maka ia tidak
merasa berkewajiban memoles deskripsi di dalamnya agar lebih menarik.
Komentar