Langsung ke konten utama

Perlukah Memperbarui Aplikasi Smartphone Terus Menerus?

image belongs to www.gaptekupdate.com
Bagi teman-teman pemilik smartphone, baik Android maupun iPhone, pasti akrab dengan permintaan update atau memperbarui versi aplikasi. Hampir setiap minggu ada saja aplikasi yang perlu diperbarui. Mulai dari aplikasi vital macam office dan Whatsapp sampai aplikasi yang ga penting-penting amat seperti Kalkulator.
Kalau aplikasi seperti Whatsapp diperbarui, masih bisa dipahami. Sebagai aplikasi komunikasi terpenting ketiga setelah SMS dan telepon, WhatsApp wajib terus menerus menambal bug (kebocoran,  lubang) yang mungkin muncul dan meningkatkan kualitas aplikasinya. Tapi kalau aplikasi seperti Adobe Reader atau Music Player yang kualitas tampilan dan suaranya sangat bergantung kepada berkasnya, buat apa diperbarui tiap bulan. Sudah menghabiskan kuota internet, memakan memori pula.

Sebagian orang dengan gadget canggih dan memori besar memilih untuk mengaktifkan menu autoupdate, sehingga aplikasi di dalamnya bisa memperbarui diri sendiri tanpa perlu minta persetujuan dari sang pemiliki. Sebagian lainnya, termasuk saya, memilih untuk tidak memperbarui aplikasi, kecuali aplikasi komunikasi seperti Gmail atau Whatsapp.

Alasannya: menghemat kuota internet, menghemat memori penyimpanan di smartphone dan tidak ingin jejak digital saya tersebar luas. Setiap kali memakai suatu aplikasi/software, aplikasi tersebut akan mengakses data-data pribadi kita yang tersimpan di akun media sosial, entah Facebook, Google+, atau Twitter. Semakin banyak aplikasi yang terpasang, semakin luas jejak digital kita tersebar, dan semakin rentan kita terhadap serangan phishing dan iklan. 
Kalau versi yang sekarang sudah cukup bagus dan bisa melayani kebutuhan kita, buat apa memperbarui aplikasi? Kalau aplikasi yang sudah diperbarui justru membuat smartphone melambar, kenapa tidak kembali ke versi lama saja? Toh smartphone yang melambat justru menghambat kinerja dan produktivitas kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.