Pada hari Rabu, 6 januari 2016,
harian cetak Kompas memuat sebuah berita menarik. Berita yang menyebutkan sambutan
hangat rakyat Suriah terhadap kedatangan tentara rusia tersebut membuka sisi
lain sebuah perang. Suriah yang diporak-porandakan perang saudara, dihancur
leburkan ISIS, menyambut baik kedatangan pasukan Rusia. Rusia dipandang
membantuk stabilitas dan menggerakkan perekonomian Suriah yang berbulan-bulan
sekarat. Tentara Rusia tidak hanya menghalau ISIS dan Front Al Nusra, mereka
membawa uang dan kemampuan belanja (purchasing
power) yang sangat dibutuhkan menggerakkan roda bisnis Suriah. Sejak
batalyon dan skuadron tentara Rusia datang, rakyat Suriah kembali bergairah
memproduksi barang dan jasa, serta berdagang. Mereka kembali memproduksi
makanan, minuman, hiburan, jasa, dan sandang untuk dijual kepada tentara Rusia.
Setelah berbulan-bulan hidup dalam keputus asaan akan perang tiada akhir,
rakyat Suriah kembali memiliki tujuan hidup.
Kondisi ini mengingatkan saya
akan sebuah film bertema perang berjudul Suite Francaise. Film ini berkisah
tentang romansa seorang mayor Nazi dengan gadis penduduk sekitar. Mayor yang
juga seorang komposer itu dimanfaatkan sang gadis untuk mendisiplinkan
tentara-tentara Nazi yang kerap ribut dengan penduduk desa, dan menjaga para
manula dari penindasan letnan-letnan bawahan si Mayor. Walau agak berbeda
dengan tentara Rusia di Suriah, Suite Francaise menyorot perlunya perilaku
mengayomi dan disiplin tentara pendatang terhadap warga area yang ditempatinya.
Dari kedua peristiwa nyata dan
fiksi di atas, terlihat bahwa perang yang berkepanjangan justru membawa akibat
buruk, seberapapun “mulia”nya niat memulai perang itu. Demokrasi yang
dipromosikan Amerika Serikat justru membawa bencana berkepanjangan bagi rakyat
Suriah. Supremasi bangsa Arya yang diproklamirkan Hitler menimbulkan
penderitaan di seantero Eropa. Perang membawa akibat berantai seperti
kelaparan, kematian, ketakutan, dan pemberontakan.
Di sisi lain, perang yang
diikuti datangnya sepasukan tentara membawa berkah bagi penduduk asli yang
mampu mencium peluang. Penduduk di Suite Francaise dan warga kota-kota di
Suriah berlomba-lomba memberikan layanan dan kebutuhan dasar bagi
tentara-tentara yang bermukim sementara. Desa yang tadinya sepi menjadi ramai
dan hidup. Kota-kota yang tadinya sunyi bagai kuburan kembali berdenyut.
Persahabatan, simpati, dan romansa pun muncul dalam interaksi lanjutan
warga-tentara tersebut.
Amerika Serikat jelas mengutuk
kehadiran tentara Rusia di Suriah. Inggris mengecam kehadiran tentara Nazi di
desa-desa Prancis. Tetapi kehadiran tentara di desa terpencil atau kota mati
jelas membawa kehidupan dan perputaran uang yang memberi setetes limpahan
kemakmuran bagi penduduk desa dan kota yang terkoyak perang.
Komentar