Langsung ke konten utama

The Song Machine: Inside The Hit Factory by John Seabrook

Nama Max Martin (nama aslinya: Martin Sandberg) sudah tenar sebagai jaminan lagu hits yang sering diputar radio dan direkomendasikan Youtube. Mulai dari Backsreet Boys (As Long As You Love Me, I Want It That Way, dst), Britney Spears (Hit Me Baby One More Time), Kelly Clarkson (Since U’ve Been Gone), dan puluhan lagu lainnya. Jika anda seorang penyanyi dan membutuhkan lagu hits untuk melambungkan nama anda, maka anda membutuhkan Max Martin dan kolega-koleganya: Dr. Luke, Stargate, Per Magnusson, Andreas Carlsson, dan para produser lagu Skandinavia lainnya.
The Song Machine adalah buku yang didedikasikan bagi para pencipta lagu: para produser, para penulis lirik, para topliners (pengangkat suara pada lagu, sangat dibutuhkan bila suara penyanyi asli lemah dan tidak berkarakter), dan para pengatur nada. Produser-produser musiklah yang menjadi tokoh utama dalam Song Machine. Di buku ini, orang-orang seperti Max Martin, Ryan Tedder, duo Stargate (Mikkel Eriksen dan Tor Hermansen), Timbaland, dan Dr. Luke menjadi pemeran utama. John Seabrook menjadikan para produser musik itu sebagai fokus utama ceritanya.

Premis buku ini sederhana: bagaimana para produser musik dan produser eksekutif (misal: Clive Calder dari Jive dan Clive Davis dari Sony Music) menghasilkan lagu pop yang hits (memuncaki Billboard 100) secara konsisten selama belasan tahun, siapa saja mereka, apa latar belakang mereka, proses apa saja yang sudah mereka jalani, dan bagaimana menentukan lagu apa yang sesuai untuk siapa. Kelima pertanyaan tersebut dikembangkan Seabrook menjadi buku setebal 352 halaman.
Menjadi produser musik mungkin tidak terlalu glamour, jauh dari gemerlap dunia hiburan, tapi di sinilah letak uang dan penghargaan sebenarnya. Setiap kali Taylor Swift, Kelly Clarkson, atau Rihanna dianugerahi penghargaan lagu terbaik (Song of The Year), rekaman terbaik (Record of The Year), atau album terbaik (Album of The Year), maka Max Martin dan Dr. Luke lah yang berhak menyimpan piala tersebut. Setiap kali lagu ciptaan seorang produser musik diputar di radio atau Youtube, siapapun artisnya, sang produser musik berhak mendapat royalti. Hak cipta sebuah lagu merentang hingga belasan tahun (tergantung negaranya) sehingga penghasilan mereka di masa depan lebih terjamin.
Menjadi produser musik juga berarti menanggung risiko dan kesulitan terbesar. Bencana bagi produser dan label adalah saat artis yang album dan lagunya sudah siap dirilis terkena skandal, atau si artis memutuskan menulis lagu sendiri. Kedua hal itu dapat menyebabkan penjualan album dan lagu menurun drastis hingga tinggal 10% dari penjualan album sebelumnya, seperti yang terjadi pada Rihanna (dianiaya pacar) atau Kelly Clarkson (menulis semua lagu sendiri).
Sebagian besar produser lagu yang menjadi tokoh utama (protagonis) dalam Song Machine adalah orang Skandinavia (Swedia dan Norwegia) atau keturunannya, kecuali Clive Calder, Clive Davis, dan Jay Z. Buku ini seolah ingin menegaskan dominasi Swedia sebagai pencetak produser musik yang bermutu dan produktif. Dari bab 2 hingga 14, nama-nama Skandinavia tidak pernah absen.
The Song Machine adalah salah satu buku dengan kosakata terkaya yang saya baca di tahun 2015 (dua buku lainnya adalah Cockpit Confidential dan Age of Turbulence). Kemampuan Seabrook merangkai kalimat dan alinea yang terus mengalir dan membuat pembacanya penasaran dengan alur cerita patut diapresiasi tinggi, tidak kalah dengan kemampuan mantan Gubernur The Fed Alan Greenspan. Alur yang mengalir, narasi yang menarik dan membuat penasaran, dan taburan nama – nama familiar membuat buku ini bisa diselesaikan hanya 3 hari saja.

Kelemahan Song Machine adalah kurangnya cerita mengenai penyanyi sekaligus penulis lagu. Mungkin karena mereka cenderung menulis, mengaransemen, dan memproduksi lagu sendiri maka mereka jarang membutuhkan jasa produser musik. Para singer – songwriter yang biasanya berasal dari aliran musik rock atau country  ini hanya disebutkan manakala mereka memutuskan menyeberang ke aliran pop, misal: Daughtry dan Taylor Swift, dan membutuhkan jasa produser musik yang mengajarkan mereka cara menyusun lagu yang enak didengar. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.