Novel-novel chicklit yang dilabeli ulang dengan nama wedding lit sepertinya mulai merambah rak-rak buku Togamas dan
Gramedia. Setelah My Wedding Dress dan Pre-Wedding Chaos (yang tidak terlalu
istimewa tapi sangat ringan dibaca), saya tertarik membaca Bride Wannabe. Novel
satu ini mengangkat tema online dating.
Sascha sudah 8 tahun pacaran dengan Ben, tapi
tidak kunjung dilamar. Mereka putus setelah Ben memukul Sascha sampai babak
belur. Atas saran sahabatnya, Sascha mencoba mencari pacar lewat internet (online dating). Ia berjumpa Oliver di
salah satu situs perjodohan online.
Setelah melalui sejumlah drama dan air mata, mereka pun memutuskan menikah di
Inggris.
Tokoh Sascha di sini sangat mirip dengan Abby
dalam My Wedding Dress, tapi dengan dosis emosional yang lebih tinggi dan sosok
pria idaman yang tidak sempurna. Kelebihannya: cerita dalam Bride Wannabe
terasa lebih nyata. Kita pasti pernah bertemu dengan pasangan yang suaminya
sederhana dan tidak terlalu menarik sementara istrinya teramat emosional dan
cerewet.
Online dating
juga hal
yang lumrah di abad 21. Hampir semua wanita dan pria karir pernah
menggunakannya, mulai dari yang gratis macam Setipe dan Tinder, sampai yang
berbayar. Bride Wannabe membeberkan kelebihan dan kekurangan online dating melalui bingkai cerita
hubungan Oliver dan Sascha. Bagian paling menghibur dari novel ini adalah saat
Sascha menemui teman-teman kencan online nya
satu per satu. Bagian lain, seperti drama dengan pacar-pacarnya, terasa biasa
dan tidak signifikan.
Dilihat dari tema yang diangkatnya, Bride
Wannabe membidik pasar wanita karir yang siap menikah tapi belum bertemu
pasangan yang tepat. Drama yang dihadirkan mampu mengingatkan pembacanya bahwa
hidup itu tidak sempurna. Tiga dari 5 bintang untuk Bride Wannabe.
Komentar