Kemarin waktu terbang dari Palu ke Jakarta saya iseng-iseng menonton Isle of Dogs. Saya tertarik pada film ini karena sutradaranya, Wes Anderson, terkenal akan kesukaannya terhadap gambar-gambar yang indah dan tertata rapi. Walau diakui bahwa karya-karyanya kurang sukses di pasaran, tapi ia menuai banyak pujian. Ia adalah tipe sutradara yang mengedepankan cerita dan sinematografi, tapi tidak didukung dengan usaha pemasaran yang meluas.
Isle of Dogs mengisahkan petualangan Atari Watanabe dalam mencari anjingnya, Spot, yang dibuang ke Pulau Sampah. Ia dibantu oleh sejumlah anjing lain, salah satunya Chief, seekor anjing liar. Spot dibuang setelah walikota Kobayashi yang pencinta kucing memerintahkan pengasingan anjing untuk mencegah meluaskan demam moncong (ekuivalen dengan rabies dalam cerita ini).
Harus diakui, walau memiliki cerita yang menarik, cerita kartun seperti Isle of Dogs lebih sesuai dinikmati lewat tablet atau televisi beresolusi tinggi di rumah. Bagian score dan soundtracknya tidak tergarap dengan baik. Berbeda dengan penataan sinematografi dan editingnya. Setiap adegan atau frame serupa dengan lukisan yang tergarap dengan sempurna. Menontonnya terasa seperti menyaksikan rangkaian lukisan Jepang jaman Edo secara simultan.
Komentar