Langsung ke konten utama

Netflix: Milion Pound Menu

Di bulan Januari 2019 kemarin saya memutuskan untuk kembali berlangganan Netflix. Terdapat beberapa tayangan yang menarik perhatian saya, antara lain Dragons: Race To The Edge (versi televisi dari How To Train Your Dragon), Flavourful Origins, Brainchild, Salt Fat Acid Heat, dan Million Pound Menu.
Million Pound Menu adalah seri pertama yang ditamatkan di bulan Januari 2019. Variety show yang berasal dari Inggris ini dalam tiap episode nya menampilkan 2 (dua) orang/kelompok wiraswasta makanan yang ingin mendapat modal untuk mengembangkan usahanya. Mereka membuat video presentasi dan rencana bisnis untuk dilihat oleh sekelompok investor makanan. Satu brand bisa menarik satu sampai empat investor. Kedua orang/kelompok tersebut tidak berkompetisi satu sama lain.
Investor yang tertarik berasal dari berbagai latar belakang. Ada hotelier, pemilik cabang kafe dan restoran, koki yang beralih jadi pengelola restoran (restaurateur), pengembang properti yang mencari restoran untuk unit perumahannya, pengelola jaringan waralaba, dan angel investor. Mereka tidak hanya menawarkan modal, tapi pelatihan dan kerja sama.
Peran host atau MC di sini tidak terlalu menonjol. Host memberi saran kepada kontestan, memberi penonton sedikit informasi mengenai bisnis restoran, menggali informasi dari kontestan mengenai produk yang ditawarkan, serta menjelaskan latar belakang kontestan dan investor.
Wiraswasta yang berhasil menarik perhatian investor menjadi kontestan dalam satu episode Million Pound Menu. Tiap kontestan diberi waktu 3 hari untuk menjalankan warung dadakan. Hari pertama kontestan melayani konsumen dengan separuh harga, hari kedua menyajikan menu makan siang dan menganalisis rencana bisnis dengan investor, hari ketiga menjalankan restoran dengan harga penuh dengan pengawasan investor. Pada hari kedua investor akan memberi saran mengenai rasa, tampilan, dan rencana bisnis. Hari ketiga, kontestan akan menjual menu dengan harga penuh dan menyesuaikan menu dan layanan dengan saran dari investor. Pada hari ketiga ini investor juga akan melihat reaksi dan menanyakan pendapat konsumen tentang menu dan layanan kontestan.
Di penghujung hari ketiga, host dan kontestan akan menunggu investor. Investor diberi tenggat waktu untuk mengajukan penawaran. Jika tidak ada investor yang datang untuk memberikan penawaran, maka kontestan pulang dengan tangan kosong. Jika ada beberapa investor yang tertarik, maka kontestan dapat memilih investor yang dirasa paling sesuai.
Setelah menamatkan serial ini, saya mendapat kesan bahwa kontestan yang sukses mendapat pendanaan biasanya punya produk yang rasanya lezat, presentasi dan pemasarannya menarik, punya komitmen jangka panjang untuk mengembangkan restoran, dan punya latar belakang konsep restoran yang menarik.
Hal paling menarik dari tayangan ini ada di hari ketiga, ketika konstestan menyesuaikan menu, harga, dan layanan dengan saran investor. Pada saat itulah penonton bisa menyadari tantangan mengelola restoran, perbedaannya dengan mengelola kios, dan apakah makanan yang ditawarkan akan diterima konsumen.
Klimaks tayangan ada pada malam hari, ketika restoran sudah ditutup, saat kontestan dan host bersama-sama menunggu apakah ada investor yang akan kembali dan menawarkan kerja sama. Host akan memberikan kata-kata penghiburan kepada kontestan dan menghitung mundur waktu yang tersisa.
Selain kontestan yang berjuang mengelola restoran, penonton juga disuguhi tips bagaimana menarik konsumen, cara menentukan harga yang tepat, pengelolaan branding, serta jenis-jenis restoran yang ada.
Kontestan yang paling saya sukai adalah Ruth Hansom dan Emily Lambert yang mengusung restoran Epoch. Keduanya masih muda tapi sudah berpengalaman dan mau bekerja keras. Mengingat usia karir di dunia hospitality yang bisa berlangsung sampai 60 tahun, saya harap karir mereka tidak akan berhenti di Epoch saja.
Dari sisi investor, Chris Miller dan Atul Kochhar adalah yang paling ramah. Keduanya memang tidak selalu menawarkan modal, tapi mereka bersedia memberikan saran yang membangun, model bisnis yang sesuai untuk konsep kontestan, bahkan memasukkan kontestan ke tim koki mereka.

Saya sangat merekomendasikan tayangan ini ditonton sebelum ditarik oleh Netflix. Penonton akan dimanjakan dengan menu makanan yang instagrammable dan saran bisnis yang konstruktif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.