Kalau
teman-teman sering membaca koran Kontan atau menonton CNBC dan Bloomberg, pasti
sering mendengar istilah Fiscal Cliff.
Dari ekspresi serius dan khawatir presenter berita, bisa dipastikan Fiscal Cliff adalah ancaman bagi
perekonomian Paman Sam.
Menurut
Salman Khan di situs www.cnbc.com, Fiscal Cliff mencakup pengurangan
belanja pemerintah, pajak dividen 40% (bagi saham yang listing di bursa), tingkat pajak naik s/d 35%, dan kenaikan pajak
buruh sebesar 2%.
Sejarah
mulainya Fiscal Cliff dimulai saat
Obama mencanangkan Medicare (layanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat
Amerika). Medicare tidak mungkin dibiayai dan dilayani oleh BUMN seperti AIG
karena mereka sendiri masih dirundung utang. Jalan satu-satunya, dibiayai
Pemerintah Federal AS. Padahal utang pemerintah sendiri sudah sangat tinggi. Utang
yang ditumpuk selama Obama memerintah jauh melampaui utang 400 presiden sebelum
dirinya. Kabar baiknya, Kongres AS juga dikuasai Partai Demokrat tempat Obama
berasal. Demokrat setuju untuk mengesahkan Medicare, tapi mereka mensyaratkan
pemotongan belanja pemerintah dan kenaikan pajak. Republik, di sisi lain, tidak menyetujui Medicare dan kenaikan
pajak walau setuju pemotongan belanja pemerintah.
Demokrat
menguasai Kongres (legislatif) dan Presiden (eksekutif). Jadilah Undang Undang
Medicare disetujui, dan begitu pula dengan Fiscal
Cliff.
Bagi
pemerintahan sosialis seperti China dan Jerman tingkat pajak tinggi tentu bukan
masalah. Pajak di Jerman saja mencapai 60%. Tetapi tingkat produktivitas buruh
berbanding upah di kedua negara tersebut relatif besar. Kalau China terkenal
dengan upah buruh relatif yang murah, Jerman kondang dengan produktivitas per
orang yang tinggi. Tapi bagi negara liberal kapitalis seperti Amerika, pajak
sebesar itu jelas menjadi masalah.
Masalah
pertama: produktivitas per orang buruh Amerika tidak setinggi Jepang,
Jerman,China atau Brazil. Sementara upah untuk membayar buruh relatif tinggi,
belum termasuk asuransi dan fasilitas wajib buruh yang berbeda-beda di tiap
negara bagian. Kenaikan pajak buruh bisa mendorong buruh untuk meminta kenaikan
upah, dan berujung dengan kebangkrutan perusahaan karena tidak bisa membayar
upah buruh yang tinggi.
Kalaupun
pengusaha mampu membayar upah buruh, mereka belum tentu bisa membayar pajak pabrik
dan usaha yang juga naik. Pengusaha manapun yang cerdas akan berpikir dua kali
untuk melanjutkan usahanya, dan memutuskan untuk memindahkan pabriknya ke
Mexico, China atau Vietnam. Dua hal ini bisa mendorong naiknya tingkat
pengangguran di Amerika hingga ke angka 40% (seburuk-buruknya).
Pengurangan
belanja pemerintah (government spending
cut) memicu berkurangnya belanja konsumsi dan sektor usaha. Menurut ilmu
ekonomi, belanja pemerintah merupakan salah satu faktor pemicu pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Bila belanja pemerintah dikurangi, maka arus uang dari
pemerintah ke masyarakat juga berkurang. Efek lanjutan dari pengurangan belanja
pemerintah adalah konsumsi dan belanja yang melambat. Sisi positifnya, inflasi
kemungkinan besar berkurang karena kekuatan belanja (power purchase) penduduk menyusut.
Dari
sudut pandang pelaku pasar modal, pajak dividen sebesar 40% adalah hal yang
menakutkan. Kemungkinan menarik untung dari perdagangan saham dan surat
berharga semakin kecil karena dana dari pemodal-pemodal besar bisa keluar dari
pasar modal (capital outflow). Dana pensiun
(walau dikecualikan dari pajak dividen), hedge
funds, dan private banking bisa
saja memutuskan untuk mengurangi investasinya di NASDAQ dan NYSE, dan beralih
ke bursa saham negara berkembang yang prospektif seperti Brazil, India, China
atau Indonesia.
Sisi
positif dari Fiscal Cliff antara lain
: semakin banyak perusahaan manufaktur Amerika yang memilih untuk berproduksi
di Asia, terutama China, Indonesia, Bangladesh dan Vietnam. Untuk alasan pajak
dan efisiensi, 4 negara ini layak dijadikan tujuan investasi. Beberapa pemilik perusahaan
padat modal pun memilih untuk menjual sebagian atau seluruh kepemilikannya ke taipan
Jepang daripada harus membayar pajak luar biasa tinggi. Saat ini raksasa
telekomunikasi Sprint sudah dikuasai Jepang, Toyota dan Daiso Corp sudah
bergerak mengakuisisi beberapa perusahaan elektronik.
Dari
JSX, mungkin kita harus bersiap-siap menghadapi arus modal keluar dalam medio
Desember-Februari. Walaupun saat itu ada windows
dressing, tapi investor dan hedge
fund besar wajib merencanakan kembali strategi investasi mereka menghadapi fiscal cliff. Untuk sementara mereka
akan mengalokasikan dana investasi mereka ke aset-aset yang dianggap aman
seperti US$ (dolar Amerika Serikat), TreasuryBond,
Yen Jepang, atau SwissFranch.
Komentar