Saat menonton acara TV favorit seperti
Tokyo Eye atau History Channel kadang terlintas di pikiran saya apakah kegiatan
menonton TV bisa disetarakan dengan membaca buku. Pikiran itu terlintas di
benak saya karena saat menonton acara TV favorit saya mencurahkan seluruh
perhatian ke program tersebut dan kadang mencatat hal-hal yang menarik darinya.
Hal yang berbeda terjadi saat
saya melihat Si Bolang, WideShot atau program berita. Untuk 2 acara pertama
saya kadang masih menaruh perhatian walau tidak mencatat sama sekali. Saat
menonton program berita atau acara musik saya malah seringnya tidak
memperhatikan sama sekali dan memilih untuk membaca koran atau makan atau malah
mengobrol.
Setelah direnungkan, sepertinya saya
terbiasa membagi tayangan televisi menjadi 3 kategori bacaan. Yaitu program TV
serius yang dilihat seperti halnya saya membaca buku, program hiburan yang
memberi info dangkal tapi menghibur dan membuatnya mirip majalah, dan program
berita atau acara musik yang cukup buat diketahui saja tapi tidak untuk
ditelisik lebih dalam.
Ketiga kategori tersebut didasarkan
pada besarnya perhatian yang saya berikan saat menonton acara televisi.
Saya temukan bahwa isi atau content dari acara itulah yang menarik
perhatian saya. Untuk acara seperti Innovators, High Gear, History Channel,
serial TV CSI, atau World of Wayang saya sanggup memusatkan perhatian penuh
hampir selama 2 jam. Acara-acara tv tersebut menarik karena isinya berbobot,
dibuat dengan riset, dipersiapkan untuk mengedukasi penontonnya,
memperhitungkan sudut kamera dan estetika, mewawancarai sumber yang bonafid dan
berorientasi solusi (bukan orientasi konflik seperti tv milik bakrie). Menonton
acara-acara di atas sama bobotnya dengan membaca buku essay & biografi,
jurnal sains atau novel thriller.
Acara wisata dan sejarah bisa
diibaratkan seperti membaca majalah. Singkat, menarik, tapi segera hilang dari
ingatan. Saya bisa meluangkan sedikit waktu, ±20 menit untuk menontonnya. Tapi
sesudah itu saya mulai bosan, perhatian saya segera teralihkan, dan saya segera
mencari hal lain yang menarik. Acara debat sekalipun paling lama hanya bertahan
menonton selama 20menit. Lebih dari itu bisa ditebak isinya mengadu sesama
narasumber.
Acara musik, program berita
pagi/siang/petang, atau film (FTV/drama jepang/korea) saya samakan seperti
membaca koran harian. Tidak menarik sekali dan cukup buat pengetahuan
sehari-hari guna bergaul atau memulai pembicaraan. Dan berhenti di situ saja.
Acara-acara tersebut tidak memberi manfaat langsung bagi otak (kecuali rasa
kesal karena berita yang disiarkan buruk-buruk semua) tapi sangat bagus untuk
memicu analisa dan memulai percakapan. Lebih seperti filler pada skincare atau
gen.
Buat dilihat di televisi sehari-hari,
program tv kelompok majalah (wisata, seni, sejarah) lebih sesuai bagi saya.
Acara kelompok buku saya catat jam tayangnya agar tidak ketinggalan dan
benar-benar saya luangkan waktu untuk menontonnya. Musik atau hiburan lebih
enak dinikmati lewat streaming
Youtube atau UseeTV. Jenis koran, terutama berita, lebih enak ditonton saat
senggang atau sepintas di pagi atau sore hari. Terkadang malah tidak saya lihat
karena sudah tahu dari twitter dan RSSfeed.
Komentar