Pemakai smartphone pasti akrab dengan banyaknya iklan bertebaran tiap kali memakai suatu aplikasi atau memainkan game online. Kebanyakan iklan yang berseliweran di aplikasi atau permainan tersebut adalah undangan untuk mengunduh dan memainkan permainan dan aplikasi lain. Misal: Line beriklan di UberTwitter, Kakao Talk beriklan di Facebook, Facebook beriklan di Yahoo, Yahoo beriklan di Line, dan seterusnya. They advertised each other, forming devil’s circle.
Keadaannya mirip dengan
tahun 1998 dimana sesama aplikasi saling beriklan satu sama lain. Pada akhirnya
perusahaan-perusahaan dotcom itu ditinggalkan pemakai karena tidak dapat
memberikan nilai tambah atau manfaat dan kehilangan sumber pendapatan.
Bedanya dengan saat ini, app developer tidak hanya bergantung pada iklan dari sesama app developer tapi juga iklan dari perusahaan-perusahaan
konvensional seperti produsen makanan dan kosmetik, operator telekomunikasi,
pengembang properti atau perbankan, ditambah penjualan aplikasi versi premium
yang mereka kembangkan.
Bahayanya, kalau para app developer tersebut kehilangan user base karena pemakai bosan dengan banyaknya iklan yang
bertebaran. Penyusutan jumlah pemakai membuat suatu aplikasi tidak menarik di
mata pemasang iklan. Akibatnya kesediaan pengiklan untuk memasang iklan
menyusut dan pindah ke media atau aplikasi lain.
Penyebab kedua user base menyusut adalah berkurang atau
hilangnya manfaat yang ditawarkan aplikasi. Suatu aplikasi bisa kehilangan
kehadalannya karena dipenuhi cacat (bug)
atau muncul aplikasi lain yang lebih bagus dan lebih bermanfaat. Misal Opera
Mini. Dulu begitu powerful, bisa
mengompres data untuk menghemat bandwidth
dan membuka situs manapun. Sekarang cuma bisa sanggup membuka website populer saja, tidak bisa
mengakses blog atau jurnal mancanegara, dan disesaki iklan. Semakin murahnya
harga paket data membuat pemakai tidak ragu-ragu berpindah ke Dolphin, UC,
Firefox atau Chrome yang walau menyedot data lebih banyak tapi lebih cepat dan
bisa diandalkan.
Berdasarkan pengalam bubble dotcom “98, bubble terjadi saat harga saham suatu perusahaan dotcom meroket sangat tinggi lalu turun
drastis sampai tidak bernilai sama sekali karena mereka (manajemen perusahaan)
mengabaikan pemakai, kehilangan sumber pemasukan dan merugi. Sehingga
kepercayaan pemegang saham luntur dan mereka berlomba-lomba menjual saham
perusahaan dotcom.
Jika dibandingkan dengan
saat itu, jumlah perusahaan teknologi dan app
developer yang melantai di bursa pada 2013 lebih banyak dan masing-masing
punya sumber pemasukan beragam. Über mendapat untung dari banyaknya orang yang
ikut jaringan berbagi mobil dan membayar iuran bulanan. Facebook, Google dan
Amazon masing-masing menawarkan program afiliasi iklan dan bagi hasil penjualan
kepada app developer. Beberapa app developer yang terintegrasi dengan bisnis
restoran sering beriklan di Google Maps dan FourSquare. Singkatnya: perusahaan
teknologi sudah mendiversifikasi produknya.
Investor di industri
teknologi sudah lebih berhati-hati. Beberapa hedge funds kerap merilis laporan berkala tentang risiko dan
prospek sejumlah perusahaan teknologi yang melantai di bursa. Pengawasan dari
SEC (OJK/Bapepam di USA) lebih ketat. Jika ada kesalahan atau kecurigaan
terhadap laporan keuangan, SEC segera mengeluarkan peringatan.
Komentar