Langsung ke konten utama

Akibat Buruk Sedekah Pada Pengamen

Suatu siang di dalam bis yang pengap, kondektur bus sedang berbincang dengan seorang pengamen, anak muda lulusan SMA yang mengamen dengan gitar abal-abal dan suara fals. Si kondektur menawari anak itu pekerjaan di sebuah pabrik di Sleman dengan bayaran minimal 25ribu per hari. Pekerjaannya sederhana, tidak sampai 5 jam per hari. Bocah itu menolak. Alasannya, hanya dengan bermodal gitar rusak dan suara cempreng ia bisa membawa pulang ±50ribu per hari, hanya dengan mengamen 3-5 jam. Jika ia bekerja di pabrik, belum tentu ia bisa membawa pulang uang sebesar itu, bahkan kalau hasil kerjanya jelek, ia bisa pulang dengan tangan hampa. Pak kondektur hanya bisa geleng-geleng kepala saat mendengar jawaban si pengamen.

Ada 2 hal yang segera ditarik dari percakapan tersebut. Pertama: pekerjaan serabutan yang pendapatannya kurang pasti tapi akuntabilitasnya tidak ada, seperti mengamen, mengemis, atau memalak orang masih lebih diminati dibanding pekerjaan tetap yang pendapatannya pasti dan akuntabilitasnya harus selalu ada.
Kedua: kebiasaan beramal memberi uang kepada pengamen dan pengemis di masyarakat kita justru melahirkan generasi muda pemalas seperti pengamen tadi. Buat apa susah-susah bekerja 6-8 jam sehari kalau dengan meminta-minta saja sudah dapat penghasilan lebih tinggi.
Selama ini, media dan pemerintah lebih berfokus pada pengembangan kewirausahaan untuk mengurangi pengangguran. Padahal, wirausaha manapun memerlukan tenaga kerja untuk menggerakkan bisnisnya. Tenaga kerja paling produktif adalah manusia berusia 18-35 tahun. Jika anak muda dengan usia segitu lebih memilih untuk mengamen, darimana wirausahawan memperoleh tenaga kerja bagi bisnisnya?

Langkah pak kondektur menawari si pengamen pekerjaan tetap itu sudah benar. Ia mungkin prihatin melihat potensi bocah itu tersia-sia. Namun hukum ekonomi berlaku disini. Bocah pengamen itu memilih mengamen karena lebih menguntungkan dibanding kerja tetap dan terjamin di pabrik. Rasa belas kasihan kita, masyarakat yang memberi sedekah kepada pengamen itu adalah alasan utama kenapa ia enggan bekerja di sektor formal. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.