Tidak seperti pemudik biasa yang pulang ke kampung halaman 2-3 hari sebelum Idul Fitri, saya dan keluarga baru pulang kampung pada hari ke2 lebaran. Karena kedua orang tua saya harus "sungkem" terlebih dahulu ke atasan mereka. Untung Idul Fitri jatuh pada hari jumat, jadi bisa memperpendek waktu "sungkem" dengan alasan harus shalat jumat :D. Tetapi kalau mau berangkat mudik sesudah shalat jumat juga serba salah karena waktunya nanggung dan menurut berita di radio dan televisi hari itu jalanan sudah ramai sekali karena banyak yang pergi berwisata sesudah silaturahmi. Jadi kami putuskan untuk berangkat jumat pagi sesudah subuh dimana jalan belum terlalu ramai.
Untunglah sebelum berangkat kami sudah sarapan. Karena di sepanjang jalan warung makan dan tenda kaki lima dipenuhi oleh pemudik yang juga memilih untuk pulang kampung saat itu. Yang menarik di sepanjang perjalanan adalah tidak adanya truk pasir. Dinas Perhubungan sudah mengeluarkan larangan bagi truk selain pengangkut sembako dan BBM untuk beroperasi. Sepeda motor seperti biasa menjadi penguasa jalanan. Tingkah laku main serobot, menyempil di sela-sela mobil, membawa anak tanpa perlindungan helm dan masker, berkendara tanpa memakai helm dan tidak memberi aba-aba ketika akan membelok menjadi hal yang biasa. Pengendara sepeda motor adalah cerminan tingkah laku mayoritas penduduk Indonesia yang suka melanggar aturan, tanpa toleransi dan tidak bisa bersabar.
Perjalanan Magelang - Surakarta di Sabtu pagi lancar dan hanya memakan waktu 2.5 jam. Untuk rute Magelang-Jogja jalanan agak ramai tapi tetap lancar. Mobil bisa dipacu sampai kecepatan 80 km/jam. Rute Jogja-Solo tidak seramai Magelang-Jogja. Tapi karena jalannya lebih sempit dan banyak traffic light membuat perjalanan agak lambat. Traffic light di rute ini kira-kira ada setiap 3 km.
Perjalanan pulang ke Magelang lebih panjang dan lama karena kami pulang hari senin saat puncak arus balik. Kami memutuskan untuk lewat jalan alternatif Solo - Solo Baru - Delanggu untuk menghindari kemacetan parah di Kartasura. Baru kali itu saya melewati jalan di Solo Baru. Jalannya kecil, hanya dua lajur tetapi lancar karena tidak banyak kendaraan yang lewat situ.
Di sepanjang jalan banyak berjejer rumah amat sangat mewah sekali bergaya mediteran ataupun rococo. Saya sampai terpana tidak percaya melihat ada rumah-rumah semewah itu berdiri di daerah pinggiran kota. Gerbang masuk perumahannya dihiasi patung wayang dari kuningan seukuran manusia biasa (1.8m!!) dan patung Karna dan Keretanya yang terbuat dari pualam putih setingga lebih dari 3 meter. Pengamanan perumahan itu terlihat bagus karena ada pos satpam yang dijaga terus dan portal. Fasilitasnya jelas bagus. Ada Carrefour, ruko, indomaret dan alfamart dan Waterboom. Such a posh!!
Masuk ke jalan raya Jogja-Solo kemacetan panjang akibat jejeran lampu traffic light membayang. Baru lampu merah pertama saja macetnya sampai 1km. Untunglah kami cuma mendapat 2-3 kali lampu merah, selebihnya hijau (jalan terusss,,asyiikkkk) atau traffic lightnya dimatikan polisi. Keberuntungan berakhir ketika tiba di traffic light bandara Adisucipto Yogyakarta. Macetnya sampai 3 km lebih. Selepas bandara perjalanan relatif lancar walaupun ternyata di Ring Road hujan turun sangat deras. Selepas Terminal Jombor hujan berhenti, tapi perjuangan baru dimulai. Kendaraan yang menuju utara sangat banyak sehingga kami tidak bisa memacu mobil cepat-cepat.
Kami lebih beruntung daripada kendaraan yang menuju selatan. Setidaknya kami bisa melaju dengan kecepatan 40 - 60 km/jam. Kendaraan-kendaraan yang menuju selatan macet setiap ada traffic light. Bahkan di daerah Palbapang kemacetan bisa sepanjang 5 km lebih. Padahal jalan menuju selatan sudah diperlebar menjadi 2 lajur. Rute Jogja-Magelang kami lalui hanya dalam waktu 1 jam, waktu normal harian untuk menempuh jalan raya Jogja - Magelang.
Setelah perjuangan selama 4 jam melewati rute Solo - Jogja - Magelang akhirnya kami sampai di rumah dengan selamat. Terima Kasih Tuhan atas perlindunganmu.
Komentar