Langsung ke konten utama

Investasi di BCA

     Saya selalu penasaran tentang produk-produk investasi yang ditawarkan bank terbesar di Indonesia ini. Terutama karena marketing mereka tidak begitu agresif dalam memasarkan produk. Berbeda dengan Customer Service BCA atau Commonwealth yang selalu menawarkan reksadana atau unitlink dalam setiap kesempatan. Setelah masuk ke www.bca.co.id, saya baru tahu kalau mereka tidak menjual reksadana atau ORI. Produk investasi yang ditawarkan antara lain unitlink dari AIA, deposito dan KPR.
      Di www.bca.co.id, investor individual diarahkan untuk mengambil unitlink dan kredit, bukan ORI, obligasi, apalagi reksadana. Di http://www.bca.co.id/id/individual.jsp > investasi masa depan, ada 3 pilihan: jangka pendek, menengah, dan passive income. Bila memilih jangka pendek, kita diarahkan untuk membeli deposito dengan nilai minimal 8juta dan bunga 3-5% (belum termasuk pajak 20%). Jika pilih jangka menengah, kita ditawarkan unitlink Provisa dan AIA dengan premi (iuran) 20 juta per tahun, Uang Pertanggungan 100juta (kecil? Namanya juga unitlink), dan asumsi imbal hasil 12%. 
     Saat memilih passive income, kita dianjurkan untuk memilih KPR BCA. Ini adalah kredit pembelian properti (rumah, ruko atau apartemen) dari BCA dengan bunga 7.5% selama 2 tahun pertama. Sayangnya tidak diinformasikan minimal dan maksimal plafon pengajuan. Sebagai perbandingan, KPR Permata plafonnya antara 100juta-5 miliar dengan bunga 9-10%.
      Sekarang mari kita cermati satu-satu. Deposito imbal hasilnya net ±4% setahun (sudah dipotong pajak 20%). Cuma bisa ditarik pada akhir periode, atau dengan penalti kalau ingin ditarik saat keadaan mendesak. Menurut saya, produk ini sesuai kalau kita sudah punya dana menganggur tapi akan dipakai setahun lagi. Jadi dana tersebut tidak hilang dimakan biaya administrasi bank.
      Mengambil KPR berarti kita sudah tahu lokasi dan seperti apa rumah incaran dan perkiraan harga sewanya. Daerah dengan lokasi strategis biasanya harga propertinya juga mahal, walau kita bisa menarik uang sewa lebih tinggi. Asal perbandingan harga beli per sewa tidak melebihi20x, rumah atau ruko tersebut harganya masih wajar. Perlu dihitung juga berapa % perkiraan kenaikan harga properti incaran anda. Kalau setahun naik lebih dari 20% sangat wajar untuk diambil. Tapi perlu dilihat apakah kenaikan harganya murni karena permintaan pasar atau rekayasa pengembang.
      Investasi yang tidak masuk akal adalah Unitlink, yang ditawarkan dengan nama Provisa Max. Sudah setorannya 20 juta per tahun, imbal hasil (kalau ada) Cuma 12%, baru balik modal 7tahun kemudian pula. Dengan duit 20 juta kita bisa investasi di reksadana campuran dengan return 18% setahun atau beli 3lot saham Bank BRI yang harganya bisa naik s.d 40% setahun. Mana uang pertanggungannya Cuma 100juta pula. Waktu saya tanyakan produk ini ke “financial advisor” BCA (saya ga yakin dia sudah lulus aktuaris atau WMI) dengan pancingna “AXA baru balik modal 5tahun” mereka langsung menyelutuk,”lah produk kami balik modalnya 7 tahun”. Krik…krik..krik. 
       Bonusnya cuma kalo kecelakaan atau meninggal dapat uang pertanggungan 100juta. Duit segitu mana cukup buat membiayai operasi dan perawatan? Kalau pihak penanggung meninggal, paling amblas dalam setahun cuma buat makan dan sewa rumah. Idealnya, asuransi jiwa bisa menutup semua biaya keluarga yang ditinggalkan selama setahun. Sebagai perbandingan, asuransi jiwa dari Zurich yang masa pembayarannya 5 tahun iuran preminya Cuma 1.5-1.8juta setahun dengan uang pertanggungan 500 juta.
       Apakah investasi masa depan di BCA layak diambil? Kalau anda berencana beli rumah untuk disewakan, ambil saja. KPR BCA salah satu yang termurah bunganya (Cuma 7.5%!) dan bisa nego kalau ada kendala keuangan. Depositonya menurut saya terlalu kecil dan mahal. Saya lebh suka ambil deposito di Bank Syariah yang minimalnya Cuma 3-5 juta. Unitlinknya sangat merugikan. Kalau bisa mengumpulkan 20 juta setahun, lebih baik masukkan 15 juta ke reksadana atau saham dan sisanya buat bayar premi asuransi jiwa dan kecelakaan. Anda bisa mendapatkan imbal hasil 15-40% setahun dan klaim perawatan yang lebih besar dari asuransi. 

Komentar

Anonim mengatakan…
saya mau tanya tentang asuransi provisa max klu msalnya mau mengcabcel gak jadi asuransi tp sdah terlanjur msuk 1 th gmn solusinya
ThinkTrial mengatakan…
haduh, klo saya tidak berkompeten menghitungnya, tapi klo baru setahun biasanya disarankan berhenti, karena ruginya belum terlalu besar. Coba tanya ke @mrshananto saja

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.