Cerita klasik dari Jane Austen ini
mengingatkan saya dengan Little Womennya Louisa May Alcott. Perbedaan mendasarnya
adalah latar belakang cerita (Pride and Prejudice lokasinya di Inggris) dan
saat terjadinya cerita (Little Women lebih modern dari Pride and Prejudice). Perwatakan
tokoh utamanya mirip. Elizabeth dan Jo sama-sama berwatak bebas dan tidak mau
diatur. Walau menurut deskripsi dan film adaptasinya, Elizabeth lebih cantik dan
kurus daripada Jo. Versi film adaptasi Pride and Prejudice diperankan oleh
Keira Knightley dan Matthew McFadyen. Versi film adaptasi Little Women
diperankan oleh Winona Ryder dan Claire Danes.
Pride and Prejudice bercerita tentang
kisah hidup dan cinta Elizabeth Bennett dan Fitzwilliam Darcy. Elizabeth yang berwatak
penuh prasangka (prejudice) dan Darcy
yang angkuh harus melalui sekian waktu, dialog, pertemuan, pergaulan dan
lika-liku hidup sampai bisa bersama. Awalnya Elizabeth menolak lamaran Darcy
karena tidak menyukai sifat angkuh dan terpengaruh persepsi orang lain.
Versi Pride and Prejudice yang saya
baca adalah versi asli dari Project Gutenberg. Akibatnya, saya agak kesulitas
mencerna kata-kata penyusun cerita. Novel aslinya dipenuhi kata-kata sulit yang
jarang sekali bisa ditemukan di bacaan atau buku karya penulis Britania abad
20-21. Tapi versi terjemahan yang bisa ditemukan di Gramedia lebih mudah
dimengerti. Versi originalnya butuh waktu sekitar satu minggu sampai tamat. Kalau
lebih tidak mau buang waktu, filmnya bisa dipinjam di persewaan terdekat dengan
hanya 3ribu J
Jane Austen dengan cerdas meramu
berbagai macam karakter ke dalam cerita utuh. Bervariasinya karakter manusia
membuat alur cerita Pride and Prejudice menarik diikuti. Ada Mrs. Bennett yang materialistis,
Mr.Bennett yang acuh, Jane Bennett yang tidak pernah menilai buruk orang lain
dan kaku, Charles Bingley yang tidak punya pendirian, Wickham yang pemalas dan
matre, atau Georgiana Darcy yang pemalu.
Melalui Pride and Prejudice, Austen
mengajak kita berpetualang ke dunia Inggris abad 19. Kita jadi tahu kehidupan
dan struktur masyarakat saat itu. Kebanyakan kalangan menengah saat itu hidup
dari uang sewa tanah dan rumah (properti). Jarang sekali orang berdagang atau
jadi investor, kecuali di London. Kaum wanitanya cenderung berdiam di rumah,
entah memasak, merajut atau menjahit. Beberapa diantaranya membaca dan belajar,
seperti Mary Bennett. Struktur masyarakat lebih cenderung komunal. Sopan santun
sangat dijunjung tinggi dan kaum bangsawannya berpikiran picik (disimbolkan
oleh Lady Catherine deBorgh), seperti kaum keraton Solo.
Kekurangannya, sedikit sekali humor
atau penyegar yang diselipkan Austen. Mulai dari awal sampai akhir nyaris tidak
ada lelucon yang diselipkan. Sedikit penyegar muncul ketika Elizabeth dan Darcy
bercengkrama di Derbyshire dan Pemberley, tapi sesudah itu nyaris tidak ada. Bahkan
pesta makan malam pun terasa kaku dan suram.
Setelah membaca 4 halaman pdf atau 36
halaman epub, saya mudah sekali mengantuk. Kata-kata yang sulit dicerna butuh
kerja otak ekstra untuk dicerna. Solusinya: setelah membaca 10 menit, saya
berjalan-jalan selama 2 menit supaya otak dan mata tetap segar.
Secara keseluruhan, Pride and
Prejudice adalah novel klasik yang wajib dibaca. Romannya tidak cengeng dan
tragis seperti Romeo&Juliet. Protagonis wanitanya kuat dan bisa menentukan
nasibnya sendiri, protagonis prianya gentleman yang menghormati pendapat
kekasihnya. Seusai tamat membaca saya sering membuka dan membaca ulang
bab-babnya untuk mengingatkan diri bagaimana cerita bagus disusun.
Komentar