Aleph adalah karya Paulo
Coelho yang diterbitkan tahun 2010 walau Gramedia baru menerbitkan
terjemahannya tahun 2013. Kertasnya agak kekuningan dan lemas, memudahkan mata
membaca karena tidak silau. Bisa didapatkan di Gramedia, Togamas atau toko-toko
buku lain dengan harga 50-80ribu. Pengunjung Togamas disarankan membeli di hari
selasa atau di bulan Februari, saat diskon paling besar.
Aleph bercerita tentang
perjalana tokoh utama, Aku (yang kadang dipanggil Paulo oleh kolega-koleganya)
melintasi Moskow hingga Siberia dengan kereta api sejauh 9200 km. Dalam
perjalanannya, Aku bertemu dan berdialog dengan berbagai macam manusia. Tujuan
Aku melakukan perjalanan ini adalah menemukan kembali dirinya setelah merasa
tersesat dalam rutinitas bertahun-tahun.
Dialog dan tidakan Aku
dilakukan paling sering dengan Yao, penerjemah bahasa Rusianya dan Hilal, gadis
misterius yang mucul dari antah-berantah. Saat Hilal dan Aku beradu pandang,
mereka saling melihat Aleph di penglihatan mereka.
Menurut saya, Coelho menemukan
gagasan untuk menulis Aleph saat bertamasya ke Rusia. Dengan jalur kereta api
sejauh 9200 km, seorang pengelana bisa menemukan apa saja, berinteraksi dengan
siapa saja, dan berdialog dengan dirinya sendiri.
Tokoh-tokoh dalam Aleph
seolah perwujudan dari cabang-cabang pikiran Coelho sendiri. Ia memikirkan dan
menulis apa yang akan terjadi bila cabang-cabang pikirannya bertemu dan
berinteraksi satu sama lain. Apa yang terjadi jika mereka berkonflik atau
saling jatuh cinta?
Aleph mengandung banyak
sekali kata-kata filosofis yang berkaitan dengan ucapan, harapan dan tindakan
manusia. Membaca Aleph seperti mengikuti perjalanan seorang peziarah melintasi
Rusia. Karena minimnya konflik dan hambarnya hubungan antar tokoh, saya anggapa
Aleph ini sangat membosankan. Saya rasa Aleph adalah buku yang bagus, walau
saya sendiri tidak begitu paham apa yang diceritakannya dan pesan apa yang
ingin disampaikannya.
Dibandingkan dengan karya
Coelho lain yang pernah saya baca, antara lain The Alchemist dan The Winner
Stands Alone, Aleph terasa kurang berkesan dan kurang menggigit. Ia bahkan
lebih membosankan daripada karya-karya Yasunari Kawabata yang berlatar belakang
musim gugur.
Saya tidak terlalu
menyarankan Aleph bagi penggemar cerita detektif, petualangan atau thriller. Tapi mungkin sesuai bagi
penggemar filosofi, teologi dan teman-teman yang sedang mengalami krisis
identitas.
Komentar