Di tahun 2013 kemarin Malcolm
Gladwell menelurkan kumpulan essay terbaru, setelah sebelumnya menerbitkan
Blink, Tipping Point, Outliers, dan What The Dog Saw, yaitu David dan Goliath:
ketika si Lemah menang melawan raksasa.
Dari judulnya saja bisa
terlihat bahwa tema utama yang diambil buku berisi sepuluh subtema ini adalah
ketika kelemahan/kekurangan menjadi sumber kekuatan. Atau jangan terlalu mudah
menilai sesuatu. Kesepuluh sub-tema yang dibagi ke dalam tiga bagian
menunjukkan bahwa yang terlihat lemah belum tentu kalah dan yang tampak kuat
belum tentu menang.
Tiap-tiap sub tema
disimbolkan oleh nama seseorang yang berhasil menjadikan kekurangan dan
mengatasi kelemahannya menjadi kekuatan dan kelebihan. Misal pada subtema André
Trocmé dipaparkan bagaimana pengalaman “hampir dan tidak” terkena bencana bisa
menguatkan sebagian besar orang, bagaimana pengalaman kena bencana mnghancurkan
sebagian orang lainnya dan bahwa hal yang paling menakutkan adalah rasa takut
itu sendiri.
Seperti gaya berceritanya
dalam Tipping Point, Gladwell tidak menceritakan kisah-kisah dalam sub tema
secara runtut, tapi melompat-lompat. Caranya memaparkan mungkin sangat
mengganggu bagi orang yang berpikiran sangat linear. Namun entah kenapa ia
sangat pandai merangkai cerita dan kata sehingga pembaca tetap terhanyut dan
tidak mempermasalahkannya.
Setelah selesai menikmati
semua cerita, ingatlah untuk membaca bagian catatan di akhir buku, sesudah
ucapan terima kasih. Catatan memuat penjelasan lebih lanjut mengenai riset,
kasus dan kisah yang termuat dalam David dan Goliath. Dari sinilah Gladwell
memperoleh bahan untuk buku ini. Bisa dibilang catatan adalah versi panjang
dari Daftar Pustaka. Tapi karena dilengkapi deskripsi, Catatan lebih enak
dinikmati dibanding Daftar Pustaka yang kering.
Kekurangan David dan Goliath
yaitu: bukunya terlalu tipis dan ceritanya terlalu singkat. Tema yang diangkat
tidak dibahas terlalu mendalam, seperti Tipping Point atau Outliers. Sepertinya
David dan Goliath dimaksudkan sebagai buku deskripsi riset ringan yang enak
dibaca di waktu luang, bukan buku berbasis riset mendalam seperti Blink. David
dan Goliath juga kurang enak dibaca berulang kali seperti What The Dog Saw
karena minim sentuhan manusia dan emosi.
Secara keseluruhan,
David dan Goliat cukup bagus. 7.5 dari 10 untuknya
Komentar