Awalnya saya tertarik meminjam
buku ini karena mengira isinya adalah versi novel dari film keluarga/memasak
berjudul sama. Namun ternyata beda. Novel ini berkisah tentang pertemuan dan
perpisahan.
Dari sisi estetika, sampul
Tabula Rasa ini sangat menarik. Bergambar tiga buah boneka matryoshka yang berjejer. Cover buku ini tepat sekali menggambarkan
garis besar cerita di dalamnya, yaitu kisah seseorang yang kehilangan kekasih,
menemukannya sepuluh tahun kemudian, dan kehilangannya lagi. Ia jatuh cinta dua
kali kepada dua orang yang serupa tapi berbeda. Walalu mereka punya paras dan
kepribadian yang mirip, tapi mereka punya jiwa dan luka dan berbeda. Namun, ia,
Galih, tidak menyesal, karena hidupnya jadi lebih berwarna.
Tabula Rasa adalah novel dengan
sudut pandang bervariasi. Terkadang memakai sudut pandang orang pertama, kadang
orang ketiga. Alur ceritanya tidak menentu. Di awal terlihat seperti beralur
linear, lalu kilas balik, kembali linear lagi, lalu kilas balik lagi.
Kesamaannya: cerita mengalir lambat, sepotong demi sepotong adegan, yang
menyisakan banyak ruang bagi pembaca untuk berimajinasi. Ratih Kumala secara
cerdas merangkai kata demi kata, membuat pembaca bertanya dan merenung.
Buku setebal 185 halaman ini
direkomendasikan sebagai bacaan filosofis yang agak berat. Di dalamnya kita
diajak mempertanyakan arti hidup dan arti kebahagiaan. Akan tetapi sebagai
sebuah prosa, buku ini kurang sesuai dikoleksi. Selain terlalu tipis, buku ini
juga kurang inspiratif. Cukup 3 dari 5 bintang untuk Tabula Rasa
Komentar