Di Indonesia dulu dan sekarang,
area pemberontakan dan separatisme selalu menjadi ajang adu nyawa bagi tentara.
Hampir tiap bulan selalu ada tentara yang terluka atau tewas karena konflik.
Poso, Aceh, Ambon, Wamena, Tolikara adalah sebagian tempat konflik yang selalu
menelan korban. Sebagian besar, jika tidak bisa dikatakan semua, berita selalu
berfokus pada kejadian versi pihak berwenang dan mencari kambing hitam. Mereka
tidak pernah berfokus pada kondisi mental dan psikologis tentara-tentara yang
diterjunkan ke lapangan, seperti yang dilakukan film ’71.
’71 adalah cerita tentang
seorang prajurit Inggris British dalam penugasan pertamanya di wilayah
pemberontak di Irlandia Utara. Di hari pertama saja, ia sudah harus berhadapan
dengan demonstrasi kaum separatis yang berakhir dengan baku tembak. Ia terpisah
dari pasukannya karena ngotot menolong temannya yang terluka. Saat ia terpisah
inilah ia berhadapan dengan pemberontak-pemberontak yang masih remaja dan
anak-anak. Gary Hook sang tentara pun dipaksa menghadapi realitas bahwa masih
ada anggota separatis yang masih mau menolong dirinya yang terluka, di saat
sekutu-sekutunya sendiri tidak peduli. Dalam kondisi terluka dan tercerabut
dari kehidupan damai di Pulau Britania, ia menjalani kehidupan penuh konflik
dan prasangka di Irlandia Utara.
Proses perjalanan Gary Hook si
tentara dalam menemukan balatentaranya kembali dan interaksinya dengan berbagai
pihak yang berkonflik adalah bagian paling menarik di ’71. Dialog-dialog yang
cenderung pendek membuat penonton bisa mengerti cerita tanpa melirik subtitle.
Suasana, pencahayaan, ekspresi, dan bahasa tubuh aktor-aktornya yang sangat
baik membuat penonton betah menikmai ’71. Walau alurnya lambat, tapi konstan,
tidak tiba-tiba dipercepat atau diperlambat. Walau mampu meninggalkan kesan
yang mendalam bagi penonton (I still
think about it 3 month later), ’71 hanya enak ditonton 2-3 kali. Berbagai
pertanyaan yang muncul pasca menonton film ini menuntun saya menonton film-film
bertema perang lain, seperti The Monuments Men yang tonenya lebih cerah, Timbuktu, dan Inglorius Basterds.
’71 merupakan salah satu film
yang bagus ditonton bagi teman-teman yang ingin belajar dialog dan pengucapan
ala Britania Raya. Dialog dan kalimat pendek, kata-kata yang mudah dipahami
tanpa subtitle, banyaknya dialog tipe
banter (2-3 orang berseberangan pendapat) membuat film sangat dianjurkan bagi
kita yang ingin belajar logat English British.
Komentar