image belongs to jogjanoko.blogspot.com |
Sekitar 5-10 tahun
yang lalu, angkringan merajalela di Jogja. Sekarang jumlahnya semakin menyusut.
Mayoritas mahasiswa memilih makan malam di angkringan daripada di warung. Tapi
itu dulu. Seiring dengan kebangkitan kelas menengah dan semakin besarnya uang
saku yang diterima mahasiswa yang berkuliah di Jogja, peran angkringan tergeser
warung bubur kacang hijau, untuk mudahnya kita sebut burjo saja.
Dari segi penampilan
burjo lebih bersih, terang dan rapi. Fasilitasnya juga lebih lengkap. Ada meja
dan kursi kayu (sebagian kursi plastik), radio, televisi, lampu 40 watt,
kerupuk dan air putih gratis. Kebanyakan burjo berlantai keramik dan berdinding
bata yang dicat bersih. Variasi makanannya pun lebih banyak. Dari standar burjo
seperti bubur ayam, bubur kacang hijau, mi rebus dan mi goreng sampai nasi
sayur dengan lauk ikan laut atau kornet sapi. Jumlah variasi nasi, mi, bubur
dengan bermacam sayur, lauk dan kuah bisa setara warung tegal biasa.
Beberapa burjo yang
lokasinya strategis dan berpenerangan melimpah telah menjadi tempat
bersosialisasi pelajar. Mereka betah mengobrol atau mengerjakan tugas disitu
dengan ditemani alunan radio atau penyiar berita televisi walaupun tidak ada
fasilitas wifi gratis (terima kasih
akan internet gsm yang semakin cepat, sekarang hampir semua mahasiswa bisa
menikmati internet dimanapun dan kapanpun).
Burjo adalah salah
satu bisnis anak muda yang mudah dan murah dilakoni selain jus buah, binatu,
camilan dan aksesoris. Modalnya lebih besar dibanding angkringan atau aksesori,
tapi potensi keuntungannya cukup lumayan. Apalagi kalau lokasinya dekat kampus
atau kompleks kos-kosan mahasiswa. Salah satu warung burjo yang terletak persis
di tengah kompleks kos elit di Jogja selalu ramai selama 24 jam. Padahal
kapasitas tempat duduknya mencapai 30an kursi. Dengan harga standar makanan
5-10ribu, margin keuntungannya cuma 10% (biaya mencakup bahan baku makanan,
meja, kursi, peralatan masak, renovasi warung, listrik, televisi/radio, air,
dan lain-lain). Tapi perputaran uangnya relatif cepat karena banyak pelanggan
yang masuk dan keluar. Kalaupun ada yang berlama-lama, mereka biasanya membeli
cemilan atau minuman terus-menerus.
Fenomena tergusurnya
angkringan oleh burjo dan jus menandai bergesernya selera makan mahasiswa.
Kalau dulu cukup nasi kucing 2 bungkus, sekarang mereka lebih suka omelette yang terdiri dari telur, mi
goreng, cacahan kubis dan wortel atau nasi sayur ikan. Mereka juga lebih suka
minum jus buah daripada wedang jahe. Sepertinya sudah ada kesepakatan kalau
warung burjo tidak akan menjual jus dan kedai jus tidak akan menjual makanan
yang mengenyangkan).
Dulu pedagang
angkringan didominasi pasangan paruh baya. Sekarang mereka menghilang, berganti
berjualan gado-gado, capcay atau nasi kuning. Bisnis dekat kampus, pemukiman
dan kos-kosan sekarang didominasi oleh anak muda.
Komentar