Kalau sudah membaca bukunya,
pasti cukup puas dengan film ini, walau pada mulanya terasa ada beberapa
kejanggalan. Misal: karakter Paul DiPodesta yang berganti jadi Peter Brand.
Lalu anak Billy Beane yang menyanyikan The Show dari Lenka, karakter Billy yang
tidak seganas versi bukunya, atau karakter Art Howe yang seolah punya otoritas
lebih. Namun saya teringat bahwa sebuah film adalah interpretasi personal
sutradara dan penulis naskah terhadap sebuah cerita. Maka, cerita dalam film
bisa berbeda jauh dengan versi buku. Apalagi jika buku itu biografi, hanya
sebagian kecil yang diambil.
Jika dalam Moneyball versi buku
kita dihadapkan dengan Billy Beane yang sudah matang dan punya orientasi jelas,
dalam versi bukunya kita dihadapkan dengan versi Beane yang sedang berusaha
mengubah timnya dari pecundang menjadi pemenang. Penonton disuguhkan bagaimana
Beane kalah, mencoba bangkit, kalah lagi, bangkit lagi, dan menang. Klimaks
dalam versi film adalah saat Oakland Athletics, tim yang dipimpin Billy,
berupaya meraih kemenangannya yang ke-20.
Alur cerita dalam film
cenderung mengalir lambat, tidak secepat versi bukunya. Versi film ini tampak
ingin menggambarkan Beane yang lebih manusiawi, yang bisa terpuruk dan bangkit,
bukan manusia dingin dan penuh muslihat seperti versi bukunya.
Film ini sesuai ditonton oleh
seluruh keluarga untuk membari pemahaman bahwa sedalam apapun kita jatuh,
selalu ada jalan untuk bangkit. Bila tidak bisa sukses dengan satu cara, banyak
cara lain yang bisa ditempuh. Ada banyak jalan ke Roma, yang perlu dilakukan
hanyalah berusaha mencari.
Komentar