Dewi Lestari (@deelestari) adalah salah satu
legenda hidup dunia sastra Indonesia. Berbagai judul karyanya seperti Madre dan
Perahu Kertas sudah terjual ribuan kopi buku, dan diangkat menjadi film lari.
Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh adalah salah satu karya awalnya
yang legendaris. Buku yang konon sudah laku ratusan ribu kopi sejak pertama
kali diterbitkan tahun 2001 dan menjadi literatur wajib ratusan perpustakaan,
persewaan buku, dan badan arsip ini adalah salah satu karya sastra Indonesia
yang wajib dibaca. Dibandingkan dengan karya-karya Andrea Hirata, Supernova
mungkin kurang hype. Namun gaung
Supernova lebih awet hingga belasan tahun sejak pertama kali diterbitkan,
sementara Laskar Pelangi sudah dilupakan orang.
Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh
bercerita tentang sepasang kekasih Reuben dan Dimas yang menulis sebuah fiksi
transendental, dengan karakter yang diambil dari kenalan-kenalan jauh mereka.
Dialog Dimas-Reuben, serta cerita yang mereka tulislah yang menghidupkan KPBJ.
Dibandingkan novel-novel fiksi lain yang mengambil sudut pandang orang ketiga
serba tahu, KPBJ menawarkan sesuatu yang berbeda: cerita yang dibangun lewat
dialog. Sepengetahuan saya, baru Meg Cabot yang melakukannya. Tidak ada
penggambaran situasi yang terlalu mendetail, tidak ada konflik yang terlalu
tajam dan menguras emosi, hanya cerita yang terus menerus mengalir. Rasa
penasaran yang ditimbulkan Dewi Lestari sangat kuat sehingga saya tidak sanggup
meletakkan KPBJ walau sedetikpun. Apa yang terjadi selanjutnya? Pertanyaan ini
terus menerus menghantui saya, dan memaksa saya terus menerus membaca.
Saya membaca cetakan ketiga edisi kedua dari
KPBJ. Buku edisi pertama yang terbit di tahun 2001 tidak memuaskan, terlalu
panjang dan bertele-tele. Cetakan buku dan kertasnya terlalu besar juga membuat
saya enggan menamatkannya. Tapi edisi kedua ini sungguh luar biasa. Sangat
direkomendasikan untuk dibeli, dikoleksi, dan dibaca berulangkali. 4 dari 5 bintang
untuk KPBJ.
Komentar