image courtesy of bisnis.liputan6.com |
Per 12 September 2013 Bank Indonesia secara resmi
menaikkan BI Rate (suku bunga acuan) 25 basis poin menjadi 7.25%. Tujuannya?
Meningkatkan daya tarik surat utang negara, menjaga nilai tukar rupiah (agar
kembali stabil di kisaran 9-10ribu per US$) dan meperlambat inflasi.
Kebijakan ini jelas menuai protes dari dunia
usaha. Kenaikan BI Rate pasti membuat perbankan menaikkan suku bunga kredit.
Dilansir Kontan, BCA (yang terkenal dengan kredit murahnya) bersiap menaikkan
kredit korporasi ke angka 10-11%. Saat BI Rate masih 5.75% bunga kredit Mandiri
dan BRI sudah melebihi 10%. Sekarang, bisa saja naik melebihi 14%.
Kredit yang pertama kali terkena dampak kenaikan
BI Rate adalah kelompok kredit konsumsi yang meliputi : kartu kredit, KPR, dan
KTA. Nilai kenaikannya bisa mencapai 2-4%. Kredit korporasi diperkirakan tidak
akan naik terlalu tinggi, karena tenornya panjang dan bank tidak ingin
kehilangan nasabah yang berharga.
Naiknya suku bunga kredit secara langsung
mempengaruhi melambatnya laju ekonomi. Konsumsi dan belanja masyarakat pasti
menyusut. Sekarang mereka perlu menghitung ulang bunga yang dibebankan jika
memakai kartu kredit atau KTA. Wajar jika BI merevisi target pertumbuhan
Indonesia menjadi 5.5-5.9% (sebelumnya 5.8-6.2%).
Segi positifnya, kenaikan BI Rate memperlihatkan
bahwa Bank Indonesia sedang memperketat kebijakan moneter. Suku bunga acuan
yang tinggi memacu orang untuk menabung di bank atau berinvestasi di surat
utang sehingga mengurangi jumlah uang beredar. Berkurangnya volume uang berarti
memperlambat laju inflasi (asal dibarengi rupiah yang stabil). Laju inflasi
bulanan Agustus yang mencapai 1.12% (MoM) dan 7.94% (inflasi tahun berjalan/year to date) menjadi sinyal bahwa BI
perlu memperketat peredaran uang.
Naiknya yield
surat utang Indonesia dan peringkat surat utang Indonesia yang masih Ba2 (Moody’s)
dan BBB- (Fitch) bisa menarik dana asing (dalam bentuk valas) ke Indonesia, yang
kemudian akan meningkatkan cadangan devisa BI yang sudah tergerus banyak.
Sebagai investor ritel, kita bisa bersiap untuk
membeli ORI yang mungkin rilis November 2013. Kupon lebih dari 7.25% dengan tenor
3 tahun terlalu menggiurkan untuk dilewatkan. Investor saham bisa mulai
mengakumulasi saham-saham andalan (diluar multifinance
dan perbankan) yang nilainya mungkin masih turun 1-2 bulan ke depan.
Manajer investasi pengelola reksadana pendapatan
tetap saat ini pilihan portofolionya mengerucut ke obligasi jangka pendek
(tenor kurang dari 5 tahun). Sedangkan pengelola dana asuransi dan dana pensiun
bisa menyiapkan uang tunai untuk penawaran SBS yang pastinya menjanjikan imbal
hasil tinggi.
Komentar