Pernahkah terlintas di
pikiran, benda apa saja yang menempel di televisi? Untuk kalangan menengah ke
bawah, biasanya tv sudah dilengkapi PS1 atau sound system sederhana. Kalangan menengah ke atas lebih bervariasi
lagi. Di sekeliling TV ada Xbox, PS3/PS4, decoder
TV Kabel, karaoke set hingga DVD/BluRay player. Aplikasi pelengkap TV
adalah ladang bisnis menggiurkan bagi produsen audio/video.
Menurut kolumnis di Time,
Businessweek dan Guardian, ada 2 hal yang diperebutkan dalam battle of living room. Yang pertama
adalah media atau hardware pelengkap
tv seperti konsol video game, decoder
tv kabel, karaoke set, DVD/BluRay player, atau Chromecast. Yang kedua adalah waktu
penggunaan. Waktu yang sudah sempit saat berkumpul bersama keluarga itu mau
dipakai untuk nonton program atau acara dari stasiun tv, main game, streaming Youtube dari Chromecast, atau
hanya untuk mengobrol saja.
Untuk memastikan setiap
anggota keluarga memakai produk/jasa yang ditawarkannya, tiap produsen audio
video memasang strategi yang berbeda. Tv berlangganan kebanyakan menyasar
wanita atau ibu rumah tangga. Produsen ponsel menyasar remaja pria atau bapak
muda. Produsen DVD/BluRay player dan karaoke set menyasar pasangan muda yang
baru meniti karir dan menginginkan karaoke atau hiburan film terbaru di rumah.
Saking menggiurkannya
bisnis pelengkap televisi ini, Sony dan Indovision sampai-sampai menyediakan
berbagai paket dan lini hardware yang
berbeda. Microsoft dan Samsung bahkan tidak segan mengucurkan dana ratusan juta
dolar untuk menghasilkan perangkat berkualitas yang sesuai dengan selera
konsumen.
Dari sisi konsumen atau
pemakai, kita wajib memperhatikan apakah kita betul-betul membutuhkan segala
macam perangkat keras tersebut. Dalam ekonomi, cara paling mudah mengukurnya
adalah dengan analisis opportunity cost atau
biaya kesempatan. Tiap kegiatan, seperti kerja, tidur, bermain game, streaming Youtube dihitung dengan mata uang (rupiah atau dolar).
Kalau kita memilih salah satu, berarti ada hal lain yang dipilih untuk tidak
dilakukan. Jumlah harga pilihan yang tidak dilakukan ini disebut opportunity cost.
Misal tidur dinilai $10,
kerja $100, pemakaian waktu untuk menonton tv kabel dihargai $20, bermain game $30. Kita memilih tidur, opportunity costnya $150. Jika memilih
kerja, opportunity costnya $60,
menonton tv kabel opportunity costnya
$140, bermain game opportunity costnya
$130. Secara ekonomi, tidur merugikan karena opportunity costnya paling besar (walau kadang kita tidak peduli
karena terlalu lelah dan tetap tidur, toh tidak ada duit yang betul-betul
hilang).
Dari pemaparan di atas,
kita bisa menghitung dengan analisis biaya kesempatan : perangkat apakah yang
betul-betul kita butuhkan dan akan dipakai untuk apakah waktu kita yang
betul-betul berharga ini?
Komentar