image courtesy of kamoeindonesia.org |
Pemilu legislatif baru saja
berlalu. Ada yang berbahagia karena lolos ke Parlemen dan meraih kursi yang
diidamkannya. Tapi lebih banyak yang kecewa berat dan dirundung nestapa karena
gagal meraih tujuannya.
Satu hal yang menonjol dan
terus muncul sejak Indonesia mengalami pemilu yang betul-betul jurdil sejak
1998 adalah wabah politik uang.
Di pemilu 2014 ini sebuah
partai bisa mengajukan belasan calon anggota legislatif yang memperebutkan
sebuah kursi. Padahal caleg-caleg tersebut juga harus bersaing dengan caleg
dari partai-partai lain. Ada kompetisi internal plus eksternal.
Sebagian besar atau hampir
semua caleg tersebut berpikir pendek agar bisa mendapat kursi, yaitu dengan
menyogok warga di daerah pemilihan asal. Jumlah yang disebarkan sangat
fantastis. Untuk satu RT bisa ada 10 orang yang suaranya dibeli. Seorang bisa
mendapat 20-150ribu. Kalikan saja dengan jumlah bilangan pembagi pemilih
(jumlah suara minimal yang diperlukan agar lolos). Angka ratusan juta hingga
miliaran dibelanjakan untuk suara.
image courtesy of bengkulutoday.com |
Untuk kursi DPRD II
(kabupaten/kota) nilai serangan fajar minimal 80 juta, walau rata-rata caleg
bisa mengeluarkan ratusan juta. Untuk kursi DPR/DPD alias Senayan, angkanya
bisa menyentuh 5 miliar (tercatat minimal 600juta).
Beberapa orang yang sinis
pernah berkata, mereka tidak akan memilih karena tidak ada caleg bersih dan
tidak ada caleg yang tidak bermain politik uang. Tapi ketika disodorkan caleg
baru dengan rekam jejak bersih, mereka berkilah lagi bahwa caleg tersebut tidak
akan menang melawan caleg yang memakai money
politics. Sia-sia memilihnya, jadi golput tetap lebih baik.
Sadarkah mereka, bahwa caleg yang
sempurna berasalh dari proses gemblengan yang kejam. Caleg bersih macam
Angelina Sondakh saja bisa terbawa arus permainan proyek saat berada di
Senayan. Mereka menunggu caleg bersih yang mampu menarik suara massa banyak dengan
jaminan tidak korupsi tapi tidak mau berpartisipasi dalam proses seleksi caleg
bersih itu bagai menunggu sesuatu yang sia-sia.
Kalau kita menginginkan
sesuatu, kita diajari untuk berjuang mendapatkannya, yaitu lewat pengetahuan,
latihan dan strategi. Apa gunanya mengharapkan caleg bersih bebas politik uang
kalau tidak mau berlatih memainkan proses demokrasi yang benar, seperti mencari
rekam jejak caleg atau mendengarkan visi misinya, atau menyusun strategi agar
caleg bersih bisa unggul dalam kompetisi pemilihan legislatif.
Salah satu cara menghilangkan
politik uang sekaligus memuluskan jalan caleg bersih adalah merekam praktek
politik uang dan mengunggahnya di Youtube atau Vimeo. Atau menerima uang tersebut,
tapi disimpan sebagai barang bukti ke Bawaslu. Memang sulit, karena godaan uang
ratusan ribu sangat kuat. Tinggal dipilih, mau negara ini bobrok terus atau
ikut serta memperbaikinya.
Komentar