Di
dunia pasar modal, terkadang sejumlah analis atau pengamat membuat rekomendasi
beli atau jual saham berdasarkan foreign
net. Misalnya: jual saham ASII (Astra International) karena sudah 3 hari
berturut-turut mengalami foreign net
sell. Beli saham PGAS (PGN: Perusahaan Gas Negara) karena sudah 8 hari foreign net buy.
Pembaca
atau penonton analis yang belum akrab dengan pasar modal pasti bingung, makhluk
macam apa foreign net buy – foreign net
sell ini? Kenapa analis-analis itu berani menyuruh beli berdasarkan
perilaku makhluk ini?
Buat
yang belum akrab, foreign net adalah
selisih bersih antara nilai (dalam rupiah) saham yang dibeli dengan yang dijual
investor asing di Indonesia. Foreign net
sell berarti lebih banyak investor yang menjual saham. Foreign net buy kebalikannya, lebih banyak investor asing yang melakukan
pembelian.
Lantas,
kenapa FNB /FNS bisa dipakai untuk menentukan rekomendasi para analis? Simpel,
karena 60% lebih investor di pasar modal adalah dana asing. Walau jumlah orang
atau institusinya di bawah investor lokal, tapi merekalah yang menyumbang 60%
investasi pasar modal di Indonesia.
Dengan
melihat seberapa besar FNB/FNS, kita bisa memperkirakan langkah mereka
selanjutnya dan seberapa besar kecenderungan suatu saham untuk naik atau turun.
Walau tidak mutlak.
ASII
mengalami FNS mungkin karena sebagian besar investor asing merasa kenaikan BBM
akan langsung mempengaruhi bisnis ASII. Di sisi lain, PGAS terus menerus dibeli
investor asing (FNB) karena ia baru saja menyelesaikan pembangunan jaringan
pipa baru, yang berdampak meningkatkan jumlah pelanggan gas dan menambah
pemasukan.
Yang
perlu diingat investor lokal adalah: jumlah dan asal negara investor asing
tidak hanya satu, melainkan puluhan negara. Mereka punya pendapat yang berbeda-beda
soal investasi di Indonesia. Kalau McQuarie menjual ASII, belum tentu Nomura
ikut menjual. Bisa saja mereka justru membeli. Selamat berinvestasi.
Komentar