Pembaca setia blog ini pasti
sadar bahwa saya adalah penggemar berat Rick Riordan. Tulisannya yang kocak nan
cerdik berhasil menarik saya untuk terus menerus membeli karya-karyanya.
Riordan adalah seorang penulis yang cukup produktif. Walalupun tidak
seproduktif James Patterson yang tiap kuartal merilis novel baru, Riordan
paling tidak selalu berusaha menerbitkan 1-2 buku tiap tahun. Untuk seorang
penulis dengan karir yang matang dan promosi buku nyaris tanpa henti, prestasi
produktivitasnya layak diacungi jempol.
Tahun 2014 kemarin Riordan mampu
menerbitkan satu buku (Greek Gods) dan satu cerita pendek (Crown of Ptolemy).
Tahun ini ia sudah merilis Greek Heroes dan berencana merilis Magnus Chase and
The Sword of Summer di bulan Oktober. Karena saya sudah pernah membahas Greek
Gods dan Greek Heroes, kali ini saya akan mengulik Crown of Ptolemy.
The Kane Series yang mengangkat
mitologi Mesir bisa dikatakan karya gagal Riordan. Penjualannya tidak sebagus
serial Percy Jackson. Lelucon-leluconnya kurang pas dengan situasi, deskripsi
karakter-karakternya sulit diimajinasikan, jalan ceritanya agak
melompat-lompat, dan dewa-dewi yang diperkenalkan nama-namanya sulit diucapkan
dan tidak familiar. Namun Riordan tidak menyerah. Ia mengkombinasikan dua tokoh
utama Kane Series: Carter Kane dan Sadie Kane, dengan dua tokoh utama serial
terlarisnya: Annabeth Chase dan Percy Jackson. Dalam Son of Sobek, Percy
Jackson dan Carter Kane bekerja sama menaklukkan buaya raksasa. Dalam Staff of
Serapis, Annabeth Chase dan Sadie Kane bahu membahu mengalahkan hewan mitologi
purba. Dalam spin-off ketiga, Crown
of Ptolemy, mereka berempat bersatu meredam ambisi Setne bertransformasi
menjadi dewa Mesir.
Menilik jalan cerita dan
dialognya, Crown of Ptolemy lebih menyerupai serial Percy Jackson yang pertama:
The Olympians. Percy masih kocak, nakal, dan cerdas melontarkan komentar, belum
seganas dirinya dalam seri Heroes of Olympus. Annabeth, seperti biasa, masih
penuh perhitungan dan cerdik, belum menjadi sedih dan terluka pasca Heroes of
Olympus. Lini masa cerita Crown of Ptolemy terjadi seusai Blood of Olympus dan
sebelum Percy menarasikan Greek Heroes (di akhir Greek Heroes disebutkan Percy
dan Annabeth akan mengadakan reuni awak Argo 2).
Setne, penyihir licin nan
tangkas dari The Kane Series, berusaha mengikuti jejak Serapis untuk
menggabungkan sihir Mesir dan Yunani. Setne berambisi merekonstruksi Mahkota
Ptolemeus untuk membuar dirinya menjadi dewa Yunani dan Mesir sekaligus. Percy,
Annabeth, Carter, dan Sadie berusaha menghentikannya. Percy bertarung melawan
Setne di angkasa, dibantu dewi elang Nekhbet, dan di laut (pertempuran yang
terlalu singkat karena Percy sangat kuat di laut). Annabeth, Carter, dan Sadie
merapal mantera untuk memerangkap Setne. Saat Percy membawa Setne dengan satu
tangan saja, mereka bertiga tinggal merapal mantera terakhir yang memenjarakan
Setne.
Crown of Ptolemy tampak hadir
sebagai permintaan maaf Riordan kepada penggemar Percy dan Annabeth, karena
mereka berdua nyaris tidak mendapat porsi beraksi di Blood of Olympus. Keduanya
sudah sembuh dari luka batin pasca Tartarus. Sadie dan Carter sudah melewati
masa damai. Dalam Crown of Ptolemy, digambarkan Percy mengalami growth spurt, pertumbuhan fisik yang
luar biasa. Dari penggambaran saat ia bertarung dengan Setne, pembaca langsung
mendapat gambaran jika fisik Percy sudah melebihi 180 cm. Posturnya pun tak
lagi ceking. Ia menjadi lebih gempal seperti atlet sepakbola. Dari cara Percy
membayangkan Sadie sebagai anaknya dengan Annabeth, pembaca sadar bahwa pikiran
Percy beranjak dewasa.
Crown of Ptolemy bisa
didapatkan di Google Play seharga IDR 50ribu, dengan tebal 53 halaman.
Komentar