Langsung ke konten utama

Belanja : Amplop versus Mencatat

        Hampir di semua blog perencanaan keuangan saya temui tulisan tentang betapa pentingnya mencatat pengeluaran bulanan. Alasannya, kita jadi tahu kemana larinya uang kita. Saya setuju sekali dengan saran tersebut, sampai saya melakoninya sendiri.
     Bulan pertama, saya sangat rajin sekali mencatat pengeluaran, pendapatan dan investasi. Ada beberapa pos yg dicatat, antara lain makanan, kos, listrik (lampu, kabel, tespen, batere), FMCG ( sabun, sampo, odol, skincare, pantyliners, dll), bacaan (buku, koran, majalah) dan transportasi. Ternyata, pengeluaran terbesar adalah kos dan makanan, masing-masing mencapai 40%. Bacaan dan FMCG memakan 5%, transport 10 %. Bagus, sekarang saya tahu kemana larinya uang saya.

         Bulan kedua saya mulai malas mencatat pengeluaran. Cuma pendapatan dan hasil investasi saja yang rajing dicatat. Pengeluaran yang masih rajin dicatat cuma kos dan koran. Bulan ketiga sama saja.
       Awal bulan keempat saya mulai mencoba sistem amplop. Pos-pos pengeluaran dibagi ke dalam sejumlah amplop. Masing-masing amplop dinamai sesuai pos-pos pengeluaran di atas dan diisi sesuai persentase hasil pencatatan di bulan pertama.
         Mulai bulan ke-empat dan kelima hingga sekarang saya masih setia dengan sistem amplop. Biaya tambahannya cuma mengganti amplop tiap semester (karena yang lama sudah lusuh dan sobek). Waktu yang diluangkan cuma 30 menit di awal bulan.
       Kelebihan sistem amplop yang paling kentara adalah kemudahannya. Tidak perlu bersusah payah mencatat. Saya juga bisa berhemat lebih banyak dengan mengurangi pos bacaan dan listrik. Caranya? Pinjam buku di perpustakaan dan pilih lampu atau kabel yang bagus sekalian biar awet.
         Metode mencatat pengeluaran masih yang terbaik. Kita bisa tahu kemana saja uang mengalir. Namun semakin sibuk seseorang, semakin sedikit waktu yang bisa diluangkannya untuk mencatat pengeluaran. Maka inilah saat yang tepat beralih ke sistem amplop yang lebih sederhana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.