Penerbit Indonesia sepertinya sudah sadar bahwa novel fiksi fantasi adalah salah satu sumber pendapatan menguntungkan. Mereka mulai berani menerbitkan karya-karya penulis yang belum terlalu terkenal di Indonesia. Salah satunya novel-novel fiksi karya Rick Riordan.
Menurut laman Goodreads,
karya-karya Riordan cukup diminati di USA sana. Alurnya menarik, menghanyutkan
dan membuat pembaca penasaran dan tidak berhenti menikmati cerita. Di
Indonesia, nama Riordan masih kalah tenar dibanding JK Rowling atau Suzanne
Collins. Penerbit NouraBooks dan distributor Mizan juga tidak terlalu antusias
memasarkan karya-karya Riordan sehingga bukunya tidak terlalu laris.
Sampai datanglah versi layar
perak dari Percy Jackson, flagship
novel-novel karya Riordan. Film pertama, Percy
Jackson and The Lightning Thief, sukses menarik perhatian kaum remaja dan
dewasa muda untuk mengenal lebih jauh karya-karya Riordan. Sejak film itu
muncul (dan diikuti dengan film keduanya, Percy
Jackson and Sea of Monsters) karya fiksi racikan Riordan laris hingga bisa
cetak ulang. Saat tulisan ini dibuat, beberapa judul masih out-of-stock dan belum dicetak ulang.
Kisah dan jalan cerita Percy
Jackson ini berpusat pada petualangan dan konflik anak-anak setengah dewa alias
demigod, yang berpusat pada Percy
(tokoh utama), Annabeth (pacar Percy, maaf spoiler),
Luke,Thalia dan Grover. Sampai film kedua baru 5 tokoh itu yang muncul.
Riordan mengambil ide demigod ini dari legenda Achilles dan
Hercules di era Kekaisaran Romawi dan mengadaptasinya dengan latar belakang
Amerika abad 21 menjadi sejumlah anak-anak demigod
yang punya kekuatan istimewa tapi selalu dikejar-kejar monster. Asal usulnya
terasa mirip seperti Harry Potter tapi jumlahnya banyak dan punya motivasi yang
beda-beda. Karena dewa-dewi Olympus ini jumlahnya banyak sekali dan
masing-masing punya satu atau beberapa anak, jadi jumlah demigod mencapai ratusan anak (walau tidak semua diceritakan).
Contohnya Percy son of Poseidon,
Annabeth daughter of Athena, Luke son of Hermes, Thalia daughter of Zeus, atau Clarisse daughter of Ares.
Dibandingkan versi novelnya,
film adaptasinya punya beberapa perbedaan, terutama dalam hal penokohan,
evolusi karakter dan alur cerita. Hal yang menarik dari filmnya antara lain :
pertama, keahlian tim make up artist
yang berhasil membuat wajah ketiga tokoh utamanya (Percy, Annabeth, Luke)
seperti pahatan kayu.
Pergerakan kamera kedua film
adaptasi cepat tapi lembut, transisinya halus sehingga penonton enak
melihatnya. Visualisasinya bagus, lebih berwarna dibanding film-film Harry
Potter walau masih kalah dibanding Star Wars, Dark Knight atau Lord of The
Rings.
Film-film Jackson ditujukan
sebagai tontonan keluarga. Jadi unsur hiburannya lebih ditekankan. Ceritanya
mengalir linear. Porsi dialog dan laga seimbang. Pengucapan (pronounciation) tokoh-tokohnya sangat
jelas. Sesuai bagi yang ingin belajar listening
English.
Kedua film Percy Jackson ini
mengingatkan kita akan permen: ringan, manis dan berwarna-warni. Enak dilihat
dan mencair di mulut walau kurang menginspirasi (alias kurang bergizi). Hiburan
yang enak dilihat bersama anggota keluarga dan teman-teman. Happy watching.
Komentar