Langsung ke konten utama

Nasionalisasi dan Investasi


      Salah satu pertimbangan penting bagi perusahaan yang akan berinvestasi langsung, entah dengan cara membangun pabrik, king atau smelter, adalah seberapa besar kemungkinan mereka bisa beroperasi tanpa gangguan dari pemerintah. Gangguan bisa berupa sulitnya birokrasi, lambatnya kecepatan internet, perijinan terhambat, pemerasan dari pemerintah (permintaan suap), dan lain-lain. Tapi hal yang paling ditakuti pebisnis adalah nasionalisasi.
      Nasionalisasi adalah pengambilalihan unit usaha atau pabrik oleh pemerintah dengan paksa. Terkadang dilakukan di masa perang, tapi saat ini sejumlah negara Amerika Latin sering melakukannya, terutama Venezuela. Ketakutan besar pebisnis atas nasionalisasi dilandasi premis : negara yang menasionalisasi sebuah perusahaan tidak pernah mengganti dengan harga pasar, dengan kata lain: ambil alih paksa. Jangankan mengganti rugi, pemilik perusahaan kerap tidak diberi kesempatan membela diri, pemerintah langsung mengambil perusahaan dan pabrik.
Nasionalisasi ditakuti pebisnis karena pengambil alihan oleh pemerintah kerap membuat mereka rugi. Semua usaha, daya, energi, waktu dan dedikasi yang mereka curahkan untuk membangun suatu perusahaan lenyap begitu saja saat perusahaan tersebut dinasionalisasi. Yang lebih menyakitkan, terkadang perusahaan malah bangkrut setelah dinasionalisasi (karena hanya dijadikan sapi perah pemerintah dan pegawai-pegawainya mengundurkan diri atau dipecat), lalu pemerintah membuang perusahaan tersebut begitu saja, mencederai reputasi pebisnis, menimbulkan pengangguran dan kemiskinan. Pebisnis rugi secara materiil, waktu dan emosi.
      Negara-negara yang kepastian hukumnya rendah paling sering melakukan nasionalisasi, misalnya Rusia atau negara-negara Latin. Negara dengan kepastian hukum tinggi jarang menasionalisasi. Kalaupun menasionalisasi, dilakukan dengan membeli kepemilikan (saham) perusahaan dengan harga pasar.
    Hubungan erat antara kepastian hukum, investasi dan nasionalisasi inilah yang menjadi pertimbangan pebisnis saat membangun pabrik. Tidak selamanya mereka hanya menghitung keuntungan. Kepastian hukum juga penting. Lebih baik membangun pabrik atau perusahaan di negara tetangga yang pasarnya tidak terlalu prospektif, dibanding membangunnya di negara yang prospektif tapi bisa diambil alih paksa sewaktu-waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

Istilah Kuliah : Share Swap (Tukar Saham)

Beberapa minggu yang lalu bursa saham dihebohkan oleh kegiatan share swap yang dilakukan Telkom (melalui anak perusahaannya, Mitratel) dengan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). TLKM akan menukar 49% kepemilikannya di Mitratel dengan kepemilikan 5.9% atas TBIG. Detailnya: TLKM (pasca transaksi) punya 5.9% hak kepemilikan atas TBIG, sedangkan TBIG punya 49% kepemilikan di Mitratel. TLKM menyerahkan kepemilikan atas 49% saham Mitratel dengan kepemilikan atas 5.9% saham TBIG.