Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2013

SWASEMBADA

Entah kenapa media Indonesia suka sekali kata “swasembada”, terutama “swasembada pangan”. Padahal abad 21 adalah zamannya kolaborasi. Apa gunanya swasembada kalau harga komoditas justru mahal dan garis kemiskinan (bukan angka kemiskinan lho) justru menurun. Yang miskin semakin miskin dan kalangan menengah justru jadi miskin.

Berita buruk di Bursa

J ika kita rajin membaca berita tentang bursa di surat kabar maupun internet, pasti ada saja berita buruk dari mancanegara maupun domestik yang menghantui bursa. Dari dalam negeri ada gosip naiknya harga bahan bakar bersubsidi, naiknya tarif listrik, langkanya komoditas bumbu dapur, dan ketidakbecusan pemerintah menangani investasi pabrik. Dari luar negeri juga beragam berita buruk menerpa. 2008 ada krisis KPR macet di Amrik ( subprime mortgage ), 2009-2011 soal kolapsnya Yunani, 2012 masih soal Yunani ditambah hutang Amerika yang membumbung, dan 2013 tentang kolapsnya perbankan Siprus. Entah berita apa lagi yang esok datang. Media tidak pernah lelah membombardir kita dengan berita buruk.

Menentukan Saham Second Liners

Berbeda dengan daftar saham-saham di kelompok LQ4, JII atau IDX 30 yang dikeluarkan otoritas Bursa Efek, tidak ada kriteria pasti suatu saham masuk kelompok second liners  atau third liners atau gorengan.

Think IMC! by Estaswara

  Buku yang membosankan, terlalu banyak memuja-muji kehebatan IMC. Isinya lebih banyak penelitian, riset dan artikel yg membuktikan kehebatan IMC, tapi tidak dijelaskan apa itu IMC dan implementasinya di lapangan. Lebih cocok diterbitkan dala m jurnal penelitian daripada buku populer.    Beberapa bab isinya malah hanya berupa saduran atau ringkasan dari buku2 marketing lain. Sepertinya penulis tidak bisa menemukan kata2 yg tepat untuk mengisi bukunya ini. Sangat banyak ditemui saduran "menurut Hermawan Kertajaya, riset majalah Marketing," dll. Padahal dari profilnya penulis bukan staf penulis MarkPlus.