Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Bridging The Gap: Mengurangi Ketimpangan, Meluruskan Esensi Pembangunan By Wijayanto Samirin

Menurut Gregory Mankiw, salah satu guru besar ilmu ekonomi, ada 2 hal yang bisa menjadi fokus pembangunan, yaitu efisiensi atau persamaan (egaliter). Negara atau perusahaan tidak bisa memilih keduanya. Egaliter bisa berarti inefisiensi, dan efisiensi berarti tidak ada persamaan beban dan insentif kinerja. Bridging The Gap berusaha menawarkan solusi memeratakan pembangunan ke seluruh Indonesia dari kacamata Wijayanto Samirin, Wakil Rektor Universitas Paramadina. Dalam menulis buku ini, terasa sekali Wija mengambil posisi sebagai politikus yang berusaha menyenangkan semua pihak, bukan ekonom yang berfokus pada beberapa isu penting saja.

Paper Towns By John Green

Beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis di twitter bahwa karya-karya John Green layak disebut binge read. Ringan, agak menarik, tapi kering dari nilai hiburan, moral dan ilmu ( knowledge ). Novel-novelnya mencoba untuk terlihat filosofis, mengadaptasi nilai-nilai filsafat ke bahasa remaja yang mudah dipahami, namun terasa agak ganjil ketika dibaca kutu buku yang sudah pernah menikmati Paulo Coelho, Umberto Eco, atau Haruki Murakami. Karya-karya John Green memang ditujukan bagi remaja, dengan tema besarnya filsafat bagi pemula, atau dummy’s guide for philosophy .

The Negotiator by Frederick Forsyth

Gegara isu cadangan minyak dunia disorot oleh The Economist dan Blomberg Businessweek, saya jadi tertarik akan fiksi dan fakta yang melingkupi minyak mentah. Setelah Moral Case for Fossil Fuels dari Alex Epstein, giliran The Negotiator dari Frederick Forsyth yang dilahap. Daya tarik The Negotiator terletak pada tema penculikan yang ditawarkan, jalinan plot rapat dan alur cerita yang cepat. Hanya dengan membaca sepintas 30 halaman pertama saja kita bisa tahu bahwa The Negotiator jauh lebih menarik dibanding Twilight atau Inferno. Forsyth dengan rapi mampu menjalin tindakan tiap karakter, alasan yang mendasarinya, menguak perkembangan karakternya, serta menyajikan kejutan-kejutan di sejumlah bagian.

2014’s Music Album

  Seusai mereview dan merekomendasian sejumlah serial televisi yang layak dikoleksi dan ditonton di 2014, kali ini saya akan merekomendasikan sejumlah album yang sangat sering saya dengar berulang kali di tahun 2014. Di puncak koleksi pastilah 2 album terlaris 2014 yang sudah terjual ratusan juta kopi, OST Frozen dan 1989 dari Taylor Swift. Bukan hanya karena sedang “in” saja keduanya berulang kali saya mainkan, tapi juga karena keunggulan musik, aransemen lagu dan keterpaduan lirik dengan musik yang tepat.  Walau mencakup 59 lagu yang terbagi dalam 2 keping CD, OST Frozen enak didengar karena keragaman instrumentasi dan tema feminisme yang diangkat. 1989 dari Taylor Swift membuat pendengarnya ketagihan karena berdekatan temanya dengan keseharian remaja dan dewasa. Seluruh lagu di 1989 berkisah tentang patah hati dan diceritakan dalam lirik yang kocak.

Think Like A Freak by Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner

Duo ekonom kriminolog dan wartawan ini datang kembali dengan buku ketiga mereka, Think Like A Freak. Jika di Freakonomics dan Super Freakonomics mereka lebih banyak membongkar dan meneliti misi tersembunyi di sejumlah hal, maka di buku ketiga ini mereka mengajak pembaca-pembaca setianya berpikir seperti mereka. Think Like A Freak sebenarnya mengajak kita berpikir lebih kritis, tidak mudah percaya akan sesuatu, multi dimensi, tidak memandang sesuatu dari satu sudut pandang saja, tapi dari sudut pandang orang lain, dan dari sudut pandang anak-anak. Kenapa anak-anak? Karena anak-anak punya rasa keingintahuan tinggi, tidak terkungkung oleh pandangan masyarakat dan praduga diri sendiri.

TV Series: 24

Ada satu serial lawas yang masuk watch list serial televisi saya di 2014, yaitu 24. Sebelumnya saya pernah menonton serial ini di 2008, tapi saat itu tidak terlalu tertarik karena tokohnya terlalu keras, tidak berperikemanusiaan, menghalalkan segala cara, plotnya mudah ditebak dan minim dialog. So, I skipped it. Di tahun 2014, setelah membaca review sana sini, dan banyaknya rekomendasi “must watch”, akhirnya saya putuskan untuk menontonnya, tentu setelah satu season usai tayang. Sejumlah review membandingkan 24 dengan The Bourne Tetralogy, sebagian membandingkannya dengan Captain America.

Perdagangan Surat Hutang (Obligasi)

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang (jangka waktu 3-5 tahun) yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi ( bonds ) dapat diperdagangkan dengan 2 cara, yaitu lewat Bursa Efek Indonesia (BEI) dan melalui perantara pihak perbankan ( over the counter ).

Percy Jackson And The Heroes Of Olympus.

Dengan terbitnya Blood of Olympus, berakhir sudah serial fiksi remaja Percy Jackson and The Heroes of Olympus. Rick Riordan memutuskan beralih ke mitologi Norse (Skandinavia) dengan tokoh utama Magnus Chase, setelah sebelumnya (sedikit) gagal dengan memperkenalkan mitologi Mesir melalui Kane Chronicles, mitologi Yunani melalui Percy Jackson and The Olympians, dan mitologi Romawi lewat Percy Jackson and The Heroes of Olympus.

Demokrasi = Gaduh?

Kita tentu sering menyaksikan perdebatan wakil rakyat di televisi. Sepintas, argumen mereka ngasal dan mengada-ada. Sering kali adu argumentasi mengarah ke debat kusir, apalagi jika pihak-pihak yang berdebat berada di posisi yang berlawanan. Masing-masing terkesan merasa paling benar dan menang sendiri. Namun sadarkah kita bahwa perdebatan itu bagian dari demokrasi? Demokrasi, sistem yang dianut Indonesia, mensyaratkan semua suara warga negara diakomodasi. Salah satu caranya dengan menempatkan wakil rakyat di Parlemen. Makanya jangan mau disogok saat pemilihan anggota legislatif. Dapat 200ribu tapi jalan dekat rumah ga bakal dibenerin bertahun-tahun.