Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Talak 3 by Ismael Basbeth dan Hanung Bramantyo

Pertama kali tertarik menonton trailer Talak 3 ialah saat menunggu film Ngenest tayang. Waktu itu bioskop CGV Blitz baru saja dibuka di Jwalk, dan harga tiket nontonnya lumayan murah, IDR 20ribu untuk film lokal dan IDR 30ribu untuk film Hollywood. Saya tidak begitu tertarik menonton Ngenest, tapi itu adalah satu-satunya film lokal yang tayang jam 11.00. Sambil menunggu filmnya tayang, penonton disuguhi trailer-trailer film selama 10 menit. Dari sekian banyak trailer yang diputar, Talak 3 lah yang paling menohok. Pesan moral pernikahan yang terburu-buru, birokrat yang mudah disogok, dan pemandangan pedesaan Sleman yang cantik. I’m sold at the moment . Sesungguhnya trailer Talak 3 jauh lebih menarik dan membekas di ingatan dibanding Ngenest yang datar, membosankan, nyaris tanpa konflik, dan langka humor.

My Wedding Dress by Dy Lunaly

Sepertinya di akhir tahun 2015 yang lalu penerbit Bentang merilis satu genre bagi generasi wanita muda pembaca Indonesia, yaitu Wedding Lit. Bisa ditebak buku-buku yang masuk genre ini pasti berkaitan dengan pernikahan dan turunannya, entah dari sudut pandang kedua (calon) pengantin, pengiring pria atau wanita, keluarga mereka, atau pihak wedding organizers. Salah satunya My Wedding Dress dari Dy Lunaly.

The Maze Runner by James Dashner

Novel fiksi ketiga yang saya baca di bulan Januari 2016 adalah The Maze Runner karya James Dashner. Tiga dari empat novel yang dibaca di bulan Januari 2016 sudah saya tonton versi film adaptasinya. Secara tidak langsung saya penasaran akan versi novelnya. Kebetulan perpustakaan daerah baru saja merilis keempat buku tersebut untuk dipinjamkan. Maka jadilah saya meminjam Supernova:KPBJ, The Maze Runner, dan Jalan Lain ke Tulehu.

Jalan Lain Ke Tulehu By Zen Rs

Novel kedua yang berkesan dan terus menghantui saya adalah Jalan Lain Ke Tulehu dari Zen RS. Novel yang diadaptasi menjadi film terbaik tahun 2014 dengan judul yang sama ini berkisah tentang konflik multi dimensional di Ambon dan kekuatan kenangan. Gentur, seorang wartawan feature yang ditugaskan di Ambon, menyaksikan dan mengalami sendiri kompleksnya situasi konflik di Ambon. Di tenga-tengah konflik, kenangan almarhum kekasihnya dan konflik 1998 berhamburan di ingatannya, mengungkit kembali pertentangan batin lama: berbohong untuk menyelamatkan nyawa versus jujur tapi tewas. Novel ini secara mengejutkan berhasil menggambarkan konflik tanpa tendensi menghakimi. Ada sejarah yang bertaut prasangka, ingatan yang dibelokkan, adu kuat kepentingan, dan dialog yang gagal. Ada pula peran “pendakwah” dari luar Ambon yang justru memperkeruh suasana dengan memaksakan nilai moral mereka sendiri.

Animal Farm by George Orwell

Ada dua novel luar biasa yang saya baca di sepanjang bulan Januari 2016, yaitu novel legendaris George Orwell: Animal Farm, dan Jalan Lain Ke Tulehu karya Zen RS. Novel pertama berkisah tentang kekuasaan, yang kedua tentang pertikaian dan kenangan. Keduanya terlihat menonjol dibandingkan fiksi-fiksi lain karena berani mengangkat tema yang dekat dengan keseharian tapi diabaikan, ditakuti, dan dipandang sinis. Animal Farm berkisah tentang kekuasaan dalam metafora sekelompok hewan di peternakan. Novel ini seolah menggambarkan kondisi bangsa Indonesia di rentang waktu perjuangan kemerdekaan hingga puncak kekuasaan Soeharto, dari tahun 1925-1990. 

Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh oleh Dewi Lestari

Dewi Lestari (@deelestari) adalah salah satu legenda hidup dunia sastra Indonesia. Berbagai judul karyanya seperti Madre dan Perahu Kertas sudah terjual ribuan kopi buku, dan diangkat menjadi film lari. Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh adalah salah satu karya awalnya yang legendaris. Buku yang konon sudah laku ratusan ribu kopi sejak pertama kali diterbitkan tahun 2001 dan menjadi literatur wajib ratusan perpustakaan, persewaan buku, dan badan arsip ini adalah salah satu karya sastra Indonesia yang wajib dibaca. Dibandingkan dengan karya-karya Andrea Hirata, Supernova mungkin kurang hype . Namun gaung Supernova lebih awet hingga belasan tahun sejak pertama kali diterbitkan, sementara Laskar Pelangi sudah dilupakan orang.

Hotelicious: Trapped In The Hotel By Anna Swan

The Ho[s]tel, yang sudah diterbitkan sampai 2 judul, menyorot kualitas fasilitas pelayanan suatu hotel dan hostel dari sudut pandang konsumen. Tapi bagaimana dengan karyawan hotelnya, hotelier nya? Bagaimana rasanya bekerja di sebuah hotel? Hadirlah Hotelicious. Kumpulan pengalaman Anna Swan sebagai hotelier di sejumlah hotel berbintang lima ini bagaikan crossover antara Hotelier for Dummies dengan Naked Traveler. Lucu, ringan, dan terhubung dengan pengalaman sehari-hari pembaca. Walaupun saya bisa terpingkal-pingkal saat membaca Hotelicius, tapi tidak dibutuhkan waktu sampai 2 jam untuk menyelesaikannya. Walau ringan, Hotelicious mengharap pembacanya mampu lebih menghargai karyawan-karyawan hotel, melihat mereka sebagai sesama manusia, bukan hanya karyawan/pembantu yang bisa disuruh-suruh. Yang paling penting: Hotelicious menginformasikan bahwa profesi hotelier atau karyawan hotel cukup menjanjikan. Gaji seorang porter bisa lebih tinggi daripada Manajer Hotel di hotel yang sama.