Langsung ke konten utama

SOCCERNOMICS by Stefan Szymanski & Simon Kuper

       Menurut BloombergNews,Soccernomics adalah perpaduan antara Freakonomics dan Fever Pitch. Mereka benar. Menurut saya, buku ini menganalisis beberapa kejadian menonjol dalam dunia sepakbola dengan pendekatan ekonomi dan statistik data. Mirip dengan Freakonomics. 
  Ada 3 bagian utama dalam buku ini. Klub-klub Sepakbola, Para Penggemar, dan Negara-negara. Klub-klub Sepakbola membahas tentang Rasisme, peran manajer sepakbola, bagaimana transfer sepakbola berjalan, adu penalti, sepakbola vs football (olahraga mirip rugby ala amerika), dan hubungan antara piala dengan ukuran kota.

 Para penggemar berisi penalaran mengenai perilaku penggemar dan penonton sepakbola dan manfaat menjadi tuan rumah Piala Dunia. Negara-negara merupakan kesimpulan dari dua bagian sebelumnya. Isinya kurang lebih mencakup hubungan antara kemajuan perekonomian suatu negara dengan prestasi olahraganya, negara yang paling mencintai sepakbola dan peta masa depan sepakbola dunia.
 Cara bercerita Simon Kuper dan Stefan Szymanski runut dan menarik. Mereka mampu menggabungkan data dan analisis dari berbagai ahli statistik dan komentator sepakbola menjadi cerita yang menarik. Fokus utama dari buku ini adalah Liga Inggris, sebuah liga yang disebut terbaik di dunia dengan uang yang terus mengalir di dalamnya. Tidak heran karena Simon Kuper adalah kolumnis FinancialTimes, koran bisnis yang bermarkas di London. 
 Dari buku ini kita dapat mengetahui sebagian cara kerja uang di dunia sepakbola. Dalam bagian pertama, diketahui bahwa pemilik klub di Inggris memilih manajer berdasarkan penampilan dan kemampuan berbicara mereka. Oleh karena itu hampir tidak ada manajer kulit hitam atau berwarna di Inggris. Berbeda dengan di Prancis atau Jerman yang lebih terbuka terhadap kaum pendatang. Di sana manajer dipilih berdasarkan kemampuannya menerapkan strategi di lapangan.
Sepakbola adalah bisnis yang memang ditakdirkan rugi. Pemilik klub diharapkan menghamburkan uang sebanyak-banyaknya untuk membeli pemain mahal dan menggaji mereka setinggi-tingginya sambil berharap mereka akan bermain bagus dan memenangkan trofi. Setidaknya itulah yang terjadi di Inggris.
Berbeda dengan klub sepakbola di Eropa daratan, terutama Jerman, Prancis dan Italia. Di Jerman sepakbola adalah bisnis kolektif dalam satu kota atau provinsi. Tiap klub mewakili daerahnya. Pemain-pemainnya kebanyakan berasal dari daerah sekitarnya. Mereka sudah mendukung klub sejak kecil dan berlatih di klub tersebut sejak umur 3 tahun. Peranan gizi dan statistik sangat menonjol untuk memaksimalkan potensi pemain. 
      Penduduk sekitar yang menjadi anggota organisasi penggemar klub memiliki sebagian besar saham klub. Saham sisa biasanya dimiliki sponsor klub. Jarang klub lokal ini yang menderita kerugian ratusan persen seperti di Inggris. Bahkan mereka sanggup membangun stadion baru dengan dana sisa. Pemain-pemain lokal mereka saat ini berada di daftar puncak incaran klub-klub raksasa Eropa. Tidak heran kalau tim nasional Jerman penuh dengan talenta berbakat yang berasal dari klub kecil.
    Model klub di Prancis mirip dengan Jerman. Bedanya, pemain-pemain lokal mereka sebagian besar keturunan negara bekas jajahan mereka. Mereka cenderung memilih untuk membela negara nenek moyang mereka daripada membela Prancis ketika mereka sudah cukup umur untuk memilih. Pemain asli Prancis sendiri kalah bersaing di tingkat klub ataupun negara.
    Hal lain yang menarik di Soccernomics adalah perilaku penggemar. Sebagian orang mungkin mengasosiasikan dirinya dengan satu klub saja seumur hidupnya. Tetapi populasi penggemar terbesar justru memilih untuk membela klub yang berbeda-beda tiap tahun. Populasi penggemar ini cenderung membela klub yang menjadi pemenang di tahun sebelumnya (glory hunter). Tidak ada yang aneh karena manusia memang cenderung memilih menjadi penggembira saja daripada membela tim yang sama seumur hidup.
     Saya membeli buku ini di pameran Gramedia seharga 20ribu. Entahlah berapa harga aslinya. Buku ini sesuai bagi penggemar sepakbola yang rasional dan pencinta analisis statistik. Buat penggemar buta (right or wrong its my club) tidak direkomendasikan karena bisa membuat “iman” mereka luntur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.